Asa Tuk Masa Depan
Matahari datang memecah selimut dingin, memancarkan
kehangatan, menembus sayup-sayup awan putih. Inilah awal kehidupan yang sangat
kunanti. Dengan penuh harap kulakukan semua ini. Kumulai hari dengan semangat
menyambut dunia yang menanti.
Adzan Subuh telah dilantunkan, begitu pula aku yang sedari
tadi terjaga mengawali hari dengan mencuci baju, piring, dan bersih-bersih.
Ibuku turut serta dengan memasak. Kami yang hidup sederhana di gubug yang
beralaskan tanah harus kuat menghadapi kejamnya dunia.
“Rin, sudah jam
06:30. Pergilah mandi, jangan terlambat
sekolah!”
“Iya, buk,” Dengan
membawa handuk menuju kamar mandi, jawabku.
Sudah lebih dari 3 tahun bapak telah tiada. Kini aku dan ibu
berjuang hidup. Aku duduk di kelas 6 SD mengharap lulus untuk menggapai
cita-citaku. Kujalani keseharianku di sekolah dengan penuh semangat. Ku ukir
namaku dengan prestasi-prestasi yang aku dapat walaupun sedikit.
Pagi beranjak siang dengan teriknya panas memaksa semua
orang untuk tidak bermalas-malasan. Pukul 12:00 aku pulang dari sekolah dan siap
melakukan keseharianku yang lain.
“Nduk, menimba air
dulu ya, nanti baru istirahat.”
“Iya, buk.”, dengan
melepaskan seragam kumulai menuju sumur, mengisi bak yang nantinya buat mandi
kami. Sudah beberapa hari ibu sudah batuk-batuk dan pusing. Apakah dia sakit?
Ataukah hanya kecapekan? Ah, semoga prediksi hatiku salah.
Senja beranjak turun diiringi dengan datangnya bintang kecil
yang cantik nan indah. Warna hitam sekarang telah sempurna dengan adanya jutaan
bintang yang tersenyum. Rumahku pun bersinar dengan cahaya lampu yang bersinar
terang.
“Ibu, di sekolah akan
diadakan lomba cerdas cermat, dan hadiahnya besar.” Tak berani kubicarakan tentang SPP, pasti ibu
tidak punya uang.
“Uhuk..., ya sudah
ikut saja, lagi pula, uhuk... Apa hadiahnya?” dengan batuk yang sering keluar.
“Hadiahnya itu
beasiswa sampai Universitas, bu”
“Uhuk..., ibu setuju.
Itu kan cita-citamu untuk kuliah.”
“Iya, buk. Doakan
Rini ya buk, semoga Rini menang.”
“Amin.... sudah,
pergi tidur!”
“Iya, bu...”
. . .
Pagi tersenyum menyapa dunia dengan hangat menembus
cakrawala. Di sekolah, dengan semangat aku mendaftarkan diri, mengisi folmulir
penuh harap. Selepas itu, nampak seorang laki-laki menghampiriku,
oh...tetangga.
“Ada apa To.., kok
kesini?”
“Gini, tadi ibu mu
pingsan, dan dia belum juga sadar.” Tergesa-gesa Anto mengutarakannya.
“Astagfirullah... Ya
sudah antarkan aku pulang. Dita, tolong izinkan aku nanti, saya pulang, ibu
saya sakit.”
“Iya Rin.”
“Ya sudah, ayo pulang
Rin!”
Anto mengajak pulang. Saat pulang, hati cemas menggelora
dalam hati. Nampak banyak orang yang berkerumah. Bertambah gemetarlah jasad
ini. Ada apa ? Kenapa dengan ibu?
Tak kuasa sebenarnya kaki melangkah. Oh Tuhan, kuatkanlah
hati hamba atas cobaan-Mu ini. Nampak seorang wanita terlentang di atas kasur
berselimut jarik dengan wajah pucat.
“Ibu, ada apa dengan
ibu.” Tak kuasa air mata berjatuhan.
“Jangan menangis Rin,
ibu baik-baik saja, gadis pintar nggak boleh cengeng.”
“Hmm, jangan
tinggalin Rini, Bu!”
“Siapa juga yang mau
ninggalin Rini, mungkin ini kehendak Tuhan, kamu harus baik-baik saja.”
“Ini ibu, saya sudah
daftar lombanya, nanti aku akan bahagiakan ibu, jangan pergi ya Bu!”
“Alhamdulillah, kamu
yang semangat ya, kejarlah asamu tuk masa depanmu, ibu akan berdoa buat kamu.”
Setelah kalimat sempurna terlafalkan, akhirnya ibu pergi untuk selamanya.
“Ibu... jangan pergi,
bu...”
Larut hilang dengan datangnya cahaya matahari yang bersinar.
Kejadian yang semalam membuat aku cukup untuk merasa sedih dan kehilangan. Kini
ku mencoba bangkit menunggu datangnya hari itu. Lusa telah meninggalkan
kenangan.
Kini hari yang ditunggu Rini ...
“Dimohon peserta
lomba naik ke panggung!”, suara panitia yang keluar dari mikrofon.
“Bismillah, semoga
aku dapat memenangkan lomba ini untuk ibu.”, suaraku dalam hati.
“Alhamdulillah, lomba
sudah selesai, kini tinggal tunggu pengumuman.”
“Bismillah”, seruku
dalam hati.
“Ini adalah hal yang
paling berat buat kami para juri untuk memilih pemenang, karena memang semuanya
hebat-hebat. Tapi ini adalah lomba, akan ada pemenang salah satu dari kalian.”
kata panitia membuat deg-degan peserta.
“Ok. Tak perlu tunggu
lama, dan pemenangnya adalah... R I N I, selamat buat Rini.”
“Alhamdulillah...terima
kasih buat semua, hadiah aku tujukan kepada almarhum ibu yang mendukung,
mendoakanku selalu. Terima kasih buat ibu. Terima kasih buat semuanya, semoga
ibu bahagia di surga.”
. . .
Kini aku lulus dari kuliah dan mencapai cita-cita yang aku
nantikan, dengan bermodal beasiswa. Sekarang aku percaya bahwa asa harus
diperjuangin, dan sekarang aku telah menjadi apa yang aku inginkan. Terima
kasih Tuhan, terima kasih ibu...
Penulis : Ma’ruf Ali
Tidak ada komentar: