Dugderan Ala Kota Lumpia
Sumber gambar : indonesia-heritage.net |
“Dugderan", budaya
sambut bulan Ramadhan ala Kota Lumpia Semarang
Bagi sobat KRISTAL yang asli Kota Semarang
pastinya tidak asing lagi dengan budaya ''Dugderan'' yang asli dari Kota
Semarang ini. Dugderan adalah suatu festival yang dilaksanakan untuk menyambut
kedatangan bulan Ramadan.
Berlatar
belakang sering terjadinya perbedaan di kalangan masyarakat Kota Semarang
tentang penetapan awal bulan suci Ramadhan dan bahkan cenderung mengedepankan
pendapatnya masing- masing. Hal ini membuat Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat selaku Adipati Semarang
pada saat itu memberanikan diri untuk mengadakan sebuah upacara dengan menabuh
bedug dan membunyikan meriam di halaman Masjid Agung Semarang dengan tujuan
untuk menetapkan tanggal jatuhnya satu Ramadhan. Hingga kini upacara tersebut
dikenal di kalangan masyarakat luas dengan nama ''Dugderan''
Pelaksanaan
Dugderan
Awal
penamaan dugderan berasal dari bunyi bedug dan letusan meriam yang menggema saat prosesi penetapan awal
Ramadhan, dan karenanya masyarakat berasumsi bahwa dugderan merupakan perpaduan
dari bunyi bedug yaitu dug dan der yang merupakan bunyi meriam. Karena kedua
bunyi itulah masyarakat menamai upacara tersebut dengan nama ''Dugderan''
Festival
dugderan dimulai sejak tujuh hari menjelang tanggal satu Ramadhan yang diisi
dengan pelbagai kesenian khas Semarang, drum band, arak-arakan, pasukan Bhineka
Tunggal Ika dengan dandanan pakaian adat nusantara dan pasukan merah putih.
Selain itu, kita juga dapat mengunjungi
pasar rakyat yang menjual pelbagai jajanan pasar dan minuman khas Kota Semarang
dan sekitarnya, mainan anak-anak dan lain sebagainya.
Bagi
masyarakat Kota Semarang, festival dugderan merupakan waktu yang tepat untuk
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Bahkan Pemerintah Kota (Pemkot)
Semarang memasukkan Dugderan sebagai destinasi wisata wajib tahunan dalam
rangka menarik wisatawan, baik lokal maupun manca negara dalam sektor
pariwisata dan budaya.
Acara utama
jatuh tepat sehari menjelang datangnya
bulan Ramadhan. Acara ini biasanya dimulai dari jam 08.00 hingga maghrib dan biasanya acara ini
dimulai dengan upacara yang dipimpin oleh Walikota Semarang selaku Adipati
Semarang, dilanjut dengan karnaval yang rutenya dari Balaikota di Jl. Pemuda
sampai di Masjid Agung Jawa Tengah
(MAJT). Sesampainya di MAJT, wali kota selaku Adipati menabuh bedug sebagai
pertanda dimulainya puasa pada esok hari.
Pada mulanya
dugderan diselenggarakan di seputar Pasar Johar, namun karena pusat
pemerintahan berpindah ke Balai Kota di Jl. Pemuda dan makin menyempitnya lahan
pasar Johar karena pesatnya perkembangan pertokoan, maka Festival Dugderan
dipindah ke halaman Balai Kota.
Dalam
pelaksanaan dugderan ini, dugderan memiliki sebuah maskot yaitu Warak Ngendog.
Warak Ngendog adalah hewan mitologi rekaan masyarakat kota semarang, yakni
hewan berkepala naga dan bertubuh kambing dengan sisik berwana emas yang
menggambarkan kejayaan Kota Semarang. Visualisasi Warak Ngendog sendiri terbuat
dari kertas warna-warni lengkap dengan
telur redaan.
Sobat
Kristal, di samping dalam rangka memeriahkan bulan Ramadhan, acara ini juga
bertujuan untuk mengobarkan semangat Umat Islam dalam menjalani ibadah puasa
dan menentukan jatuhnya tanggal satu Ramadhan.
Beratus-ratus
tahun sudah Dugderan terhelat, yakni sejak kanjeng RMTA Purbaningrat untuk
pertama kalinya melaksanakan festival dugderan pada tahun 1881, di zaman sekarang ini dugderan telah
mengalami banyak perubahan, namun tak satupun mengubah makna yang terkandung
dalam budaya yang berasal dari Kota Lumpia ini.
Penulis : Arbabun
Nuha
Tidak ada komentar: