Terjerambab dalam Jurang
Sumber gambar : nova.grid.id |
Kami berasal
dari suku Semendo berdarah melayu yang sebagian besar hidup di pulau Sumatera.
Kami tinggal di daerah pegunungan, perkebunan kopi, sungai-sungai yang jernih
dengan segala kekayaan alam di dalamnya.
Senja
membungkus lembah. Seluruh kampung bersiap-siap menyambut shalat maghrib.
Anak-anak sudah diteriaki agar berhenti bermain, bergegas pulang segera mandi.
Ibu-ibu sudah kembali dari sungai dengan membawa tumpukan baju yang selesai
dicuci. Bapak-bapak sudah pulang dari ladang berganti sarung bersih dan menuju
masjid menunggu adzan maghrib.
Sepulang
dari masjid, di rumah panggung milik nenek yang diwariskan kepada bapak, telah
dipersiapkan oleh mamak beberapa hidangan untuk dimakan bersama. Di rumah ini
pula, tinggal bapak, mamak, Ujang (aku) dan dua adikku, Sulaiman dan Lisa, si
bungsu.
Makan malam
ramai seperti biasa, Lisa sibuk berceloteh kejadian di Ladang. Bercerita detail
seperti kami tidak pernah ke ladang saja. Sulaiman memotong cerita. Bapak
mengangguk dan tertawa menatap cerita Lisa. “Gudanglah udim (sudah)
dibersihkan, Ujung?” mamak menumpahkan ikan goreng tangkapan bapak yang
baru diangkat dengan aroma khasnya.Bukan aku
yang menjawab, lagi-lagi Sulaiman terlihat bersemangat “Udim, (sudah) mak
semua sudah bersih berkilau.” “Ade barang
pecah tak” “Tak
mak,tadi Sulaiman hati-hati sangat membersihkan, coba tanya abang Ujung”
Sifatku yang
cenderung pendiam, tetapi tegas ingin rasanya menimpuk Sulaiman. Enak saja,
sepanjang sore ia pergi bermain, sekarang sibuk mengaku-ngaku pekerjaannya.
Sulaiman sekarang sibuk menagih janji “Mak, gudang kanlah bersih Sulaiman
hulih duit jajankan” “Kele
umak pikirkan”(nanti mamak pikirkan). “Ayolah
siang tadi Sulaiman lah yang bersihkan gudang itu, abang lebih banyak baca buku.”,
Sulaiman semakin ngaco memutar balikan fakta. “Kau
sendiri yang mbersihkan?”, mamak bertanya. “Au, mak”,
Sulaiman nyengir lebar menyakinkan. “Baiklah.” Mamak
berdiri dari kuisi, “Tunggu sekejap” “Yeaah”sulaiman
senang mengepalkan tangannya. “Kau
sendiri yang mbersihkan gudang,kan?” Mamak
kembali, satu tanganya tersembunyi di belakang punggung. “Au,mak
sendirian”, Sulaiman tertawa senang.
“Nahh kalau
begitu pasti kau yang membuat vas bunga ini gompal kan?”, mamak melotot.
Tak kuat
menahan tawa melihat wajah Sulaiman. Sekarang
mamak meletakkan guci tua itu tepat di atas meja piring Sulaiman itu. Sebenarnya
vas bunga itu aku yang merusak. Tidak sengaja kusenggol saat membersihkan bubu
gantung milik bapak. Jatuh dan gompal mulut vas bunganya, tetapi langsung aku perbaiki
kembali dengan lem perekat berharap mamak tidak tahu. Sayangnya mamak super
teliti, ketahuan dech.
“Kau yang
merusaknya kan? Jawab!!!”, mamak mulai marah. ”Ehh!” Sulaiman
meletakkan sendok, kebingungan. “Ku katekan
hati-hati, ini vas bunga kesayangan peninggalan Nining kamu, kalau lah gompal
nak kate ape lagi ? Tak ade harganya” “Ehh?” Sualiman
menelan ludah, Sulaiman menoleh padaku meminta pertolongan. Aku nyengir
mencibirkan mulut memasang wajah dengan maksud;
“Bukankah
kalian semua yang membersihkan gudang ,abang ujung hanya sibuk dengan buku dan koran.” “Apa
susahnya disuruh membersihkan gudang.” “Kau pasti
bermai-main mengerjakan tugas sesederhana itu, taka de duit jajan tambahan, dua
minggu kedepan kau tak dapat duit jajan.” “Paham?” Sulaiman
hendak protes. Mamak berlalu membawa guci tua itu pergi. Sulaiman menepuk dahi,
merasa kecewa. Aku sekarang tertawa kecil.
Rasakan!!!
Penulis : Ma’ruf Ali Al-Lampunji, IPA
Glosarium
-lah/ Udim :
Sudah
Hulih : dapat
Kele umak
pikirkan : Nanti ibu pikirkan
Au : Iya
Bubu gantung : alat tradisional untuk
menangkap ikan
Nining : nenek
Abang : panggilan
untuk kakak
Tidak ada komentar: