Media Sosial; Pisau Bermata Dua
Sumber gambar : https://hellosehat.com/ |
Media sosial telah menjelma menjadi pisau bermata dua. Bisa memberikan dampak negatif juga memberikan dampak positif. Semua itu muncul dari bagaimana si pengguna itu menggunakannya.
Berdasarkan
data yang dihimpun dari techinasia.com sebanyak 79 juta orang di Indonesia
adalah pengguna media sosial aktif dari 88,1 juta pengguna internet (techinasia
2015). Para pengguna media sosial yang aktif tersebut terbagi pada beberapa
platform seperti Faceboook, Twitter, Path, BBM, Line, Instagram dan lain
sebagainya.
Menurut
Crish Garret, media sosial adalah alat, jasa dan komunikasi yang memfasilitasi
hubungan antara individu satu dengan individu lain dan memiliki banyak peminat
tidak terkecuali para remaja yang notabenenya sebagai pelajar.
Media sosial
sudah menjadi kebutuhan pokok dari cara setiap manusia menyampaikan informasi.
Bukan hanya mereka yang berpendidikan tinggi yang tahu tentang teknologi saja
yang akrab dengan sosial media. Anak usia dini juga sudah tahu jika kita
menyebutkan kata Facebook atau Twitter. Namun sampai saat ini banyak penelitian
dan survey yang membuktikan bahwa pengguna sosial media paling besar adalah
mereka yang berumur 15–30 tahun. Tak terkecuali remaja di Indonesia
sendiri. Media sosial mempunyai
keunggulan dan ketertarikan bagi pengguna karena di dalamnya banyak menawarkan
kemudahan yang membuat para remaja betah berlama-lama dalam menggunakannya.
Perkembangan
media sosial sendiri sangat pesat karena semua orang bisa memiliki media
sendiri, jika untuk media tradisional seperti koran, televisi, atau radio dibutukan
modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka berbeda sekali dengan media
sosial. Pengguna media sosial secara mudah bisa mengakses mengunakan jaringan
internet dengan biaya yang kecil dan bisa dilakukan sendiri dengan mudah.
Media sosial
merupakan wadah bagi remaja untuk menuangkan kebebasan berekspresi, namun
dengan adanya kebebasan ini membuat para pengguna media sosial dininabobokan
sehinga mereka tak sadar akan yang mereka lakukan dalam media sosial. ”Pengaruh
media sosial sangat besar dan berbahaya, lebih besar madhorotnya dari pada
manfaatnya, kalau bisa dilarang,” tutur beliau KH Ubaidillah Shodaqoh yang
merupakan Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah ketika diwawancarai redaksi Krisal
beberapa waktu lalu.
Dari kalam
tersebut dapat diketahui bahwa media sosial sangat berpengaruh bagi kalangan
remaja, karena bisa mengganggu proses belajar remaja sendiri. “Ngaji ndisik,
ojo dolanan medsos, sing istiqomah belajarnya (ngaji dahulu tidak usah bermain
media sosial),” tambah beliau.
Kiat
Bermedia Sosial
Dengan
adanya media sosial banyak sekali penyebaran berita fitnah penuh kebencian,
hingga saling memojokan, seperti berita yang baru hangat sekarang ini yaitu
tertangkapnya anggota MCA (Moslem Cyber Army), sebuah kelompok penyebar berita
hoaks. ”Untuk itulah, mulia saat ini, dari diri sendiri, dan melalui informasi
ini, yuk mari sebarkan kebaikan dimanapun terutama di media sosial,” ajak
Muhammad Fadhol Tamimy yang merupakan co-founder psikoma.com di dalam opininya.
Dengan media
sosial kita bisa mempublikasikan kebaikan-kebaikan yang kita ketahui apalagi
seorang pelajar secara otomatis bahan materi pelajaran sangat banyak. ”Kalau
dia mau bermedia sosial dengan media sosial yang baik apa yang ia ketahui
dipublikasikan disinilah pelajar dituntut untuk mempengaruhi medsos dengan ilmu
yang ia ketahui.” Tutur Zainal Mawahib yang merupakan Admin nujateng.com ini
ketika ditemui redaksi Kristal.
Seirama
dengan ini, beliau KH Ubaidillah Shodaqoh juga mengatakan bahwa dengan media
sosial kita bisa menyebarkan kebaikan dengan cara mengeshare nasihat-nasiahat
guru, ringkasan-ringkasan mengaji bandongan lalu didiskusikan dengan teman,
mengekspos kebaikan yang baik-baik dibagikan, dan itu akan tersebar luas ke
beberapa pengguna media sosial itu sendiri, selagi kita menyebarkan kebaikan
maka akan dihitung kebaikan pula dan juga sebaliknya.
Media sosial
tidak akan terlepas dari pengaruh positif maupun negatifnya, dan dampak itu
tergantung dari si pengunanya sendiri. Walaupun masa remaja merupakam masa yang
dapat dikatakan sangat kritis karena memasuki pencarian jati diri, namun remaja
juga bisa membatasi diri sendiri dengan norma dan moral yang baik.
Penyaji
Bukan Penikmat
Proses
belajar merupakan sebuah proses penyampaian ilmu pengetahuan dan informasi
secara formal maupun informal yang sedang terjadi disekeliling kita. Penyebaran
informasi yang terjadi pada masyarakat khususnya para remaja dibilang sangat
cepat, karena adanya media sosial, telah menjelma menjadi virus yang menyebar
dalam tubuh seseorang.
Sebagai
remaja yang notabenya sebagai pelajar dituntut untuk ikut andil dalam mewarnai
sosial media dengan content atau status yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat awam, misalkan pelajar yang ahli dibidang multimedia, dengan membuat
video tentang praktek wudlu dengan benar, ceramah seorang tokoh agama atau
kajian hadits, yang kemudian dipublikasikan melalui media sosial, dengan tanpa
sadar dengan video atau kajian-kajian tersebut akan menyabar keseluruh dunia
untuk dipelajari, dan dengan kata lain pelajar tersebut telah berdakwah melalui
video atau content ia buat.
Kalau
seorang pelajar menjadi penikmat content-content yang terdapat di media sosial
harus membuat benteng, jangan sampai terpengaruh dengan hal-hal yang ditemukan
dalam media sosial. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Zainul Mawahib admin
nujateng.com. “Kalau pelajar dipengaruhi, kita harus membuat benteng, jangan
sampai kita terpengaruhi oleh hal-hal yang buruk,” tuturnya saat diwawancarai
reporter Kristal. Selain membuat benteng seorang pelajar juga harus memfilter
content-content yang ada dalam media sosial, mencari kebenaran suatu berita
tersebut dengan cara melihat berita yang sama di situs atau blog yang lain.
Jika tidak disaring atau tidak diteliti maka seorang pelajar atau penikmat akan
terjerumus dalam kejahatan media sosial.
Sebagai
pelajar dan juga santri seharusnya memberikan informasi atau sajian-sajian yang
bermanfaat bagi kehidupan dunia. Karena berita atau tulisan yang di-share di
sosial media akan tersebar ke seluruh dunia. Maka, seorang pelajar dituntut
untuk mewarnai media sosial. Misalnya dalam pembelajaran kelas sedang membahas
materi fiqih. Materi-materi yang sedang dibahas dalam kelas kemudian di-ekspos
ke media sosial hal itu akan memberikan informasi yang baik kepada khalayak
atau pengguna media sosial. Bukan memberikan informasi tentang SARA, Penipuan,
Hoax dan lainnya.
Admin NU
Jateng ini juga menambahkan, pelajar yang aktif dan belajar dalam medsos (media
sosial: red) dengan ilmu yang dikertahui dan ikut mempengaruhi media sosial
dengan ilmu-ilmu yang baik. Hal ini sudah jelas bahwa seorang pelajar juga
harus mempengaruhi media sosial bukan hanya
dipengaruhi. Namun mempengaruhi dalam hal yang baik dan bermanfaat.
Semakin banyak para pelajar atau santri mengisi content yang ada dalam media
sosial dengan baik maka, media sosial akan baik, dan apabila seorang pelajar
atau santri mengisi content sosmed dengan buruk maka, media sosial akan menjadi
buruk pula.
Laporan: Riyan
dan Rizal
Tidak ada komentar: