Online bersama Pendiri Kristal
Berikut kami sajikan wawancara via online
bersama Muhamad Nasrudin, M.H., salah satu pelopor lahirnya KRISTAL.
Diketahui, bahwasanya Anda adalah
salah satu pencetus berdirinya organisasi KRISTAL. Lalu apa yang mendasari
berdirinya KRISTAL itu sendiri? Kapan organisasi KRISTAL itu dibentuk? Siapa
saja yang terlibat dalam pembentukan organisasi itu sendiri? Dan pengalaman apa
yang terkenang di dalam hati anda ketika berorganisasi di KRISTAL sendiri?
Pada tahun 2002-2003, saat saya kelas 2 MATU, kebetulan
ada banyak siswa yang aktif di organisasi, baik di Pondok ataupun di Sekolah.
Dan mereka rata-rata suka menulis. Ada Mas Mujab (Sekretaris OSIS Pa), Mas Puji
Utomo (Ketua OSIS Pa), Mas Aziz Muslim (Bendahara OSIS Pa). Ada juga Ning Zidni
Sakinah (Ketua OSIS Pi), ada Mbak Luluk (Bendahara OSIS Pi), dan yang lain.
Saat angkatan kami menjabat sebagai pengurus OSIS, aktivitas
mading atau majalah dinding sangat aktif. Kalau tidak salah ada Besut Suryanto,
Nimas, Paramita, Hanif Maimun, Ahmad
Said, dkk yang turut aktif terlibat. Mading ini aktif banget. Setiap seminggu
sekali berganti karya. Mulai dari puisi, cerpen, liputan, ilustrasi, humor,
kisah hikmah, sampai kartun.
Teman-teman dari semua kelas berlomba-lomba menampilkan
karya mereka. Bahkan mereka saling berbalas karya di mading ini. Siswa kelas A
menulis puisi. Kemudian siswa kelas B membalas puisi tersebut. Siswa kelas C
mengkritik kebijakan sekolah dengan karikatur. Kemudian siswa kelas D menjawab
kritik tsb. Begitu seterusnya. Ramai sekali pokoknya.
Setahun kemudian, menjelang kami lengser dari
kepengurusan OSIS, seusai jam sekolah Pak Labib dan Pak Ali (saat itu Waka
Kesiswaan) mengumpulkan beberapa teman di ruang nomor 2 lantai 2 gedung MATU untuk
memikirkan sebuah media yang lebih visioner dan lebih awet ketimbang mading.
Saat forum tersebut, tercetuslah media yang dibuat dalam
bentuk buletin. Beberapa nama media didiskusikan dan belum menemukan titik
temu. Hingga akhirnya tercetus nama Kristal, yang merupakan akronim atau
singkatan dari dari Kreasi Siswa-Siswi MA Tajul Ulum.
Bersama Mas Mujab dan Mas Azis Muslim, saya mencari satu
artikel. Kemudian artikel tersebut kami bawa ke Bu Yuni Widhi Astuti. Beliau
adalah guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelas 3 Bahasa yang sangat atraktif
saat mengajar. Kami meminta beliau untuk menyunting naskah mentah tersebut.
Setelah naskah selesai diedit, kami meminta bantuan Pak
Khoirul Huda untuk proses pengetikan hingga percetakan. Tak lupa kami tambahkan
esai, puisi, atau qoul hikmah untuk menggenapi jumlah halaman. Beberapa puisi,
esai, ilustrasi, dan sketsa kami ambil dari mading. Beberapa yang lain kami
mengundang teman-teman untuk membuatnya.
Alhamdulilah terbitlah edisi perdana buletin Kristal pada
pertengahan 2003, kalau tidak salah. Senang bukan main kami, meskipun hanya
satu lembar. Ya meskipun lebih mirip buletin Jumat itulah. Hehe... Kami
bersyukur. Setidaknya kami sudah membuat sesuatu yang baru yang awalnya tidak
pernah kami pikirkan.
Kami kemudian menyiapkan naskah untuk edisi bulan
selanjutnya. Polanya sama. Kami mencari artikel dari guru atau siswa, kemudian
kami serahkan ke Bu Yuni untuk diedit. Kemudian kami serahkan ke Pak Huda untuk
proses selanjutnya. Kami tambahkan beberapa esai, cerpen, humor, karikatur,
cuplikan qoul hikmah, dan seterusnya.
Meskipun terbitnya sebulan sekali, kami mendiskusikannya
hampir setiap hari. Setidaknya setiap sepekan sekali atau dua kali seusai jam
sekolah kami menggelar rapat redaksi di kelas lantai 2. Saat itu ruang OSIS
belum ada. Baru di pertengahan jalan, ruang OSIS tersedia di ujung selatan
lantai 2, di atas ruang Kepala Madrasah, Pak Muhdlori, saat itu.
Proses seperti itu terus kami jalani selama nyaris
setahun. Pada akhirnya kami sadar, angkatan kami akan segera menjalani Ujian
Akhir Nasional dan segera meninggalkan sekolah. Kristal kemudian merekrut kru
baru. Adik-adik kelas yang aktif di mading, atau sering mengirimkan karya di
Mading itulah yang kemudian direkrut untuk menjadi pengelola Kristal.
Semua hal tentang Kristal bagi saya sangat mengharukan.
Meskipun hanya setahun tetapi keterlibatan pada saat persalinan Kristal itu
pengalaman yang sangat luar biasa. Bagi saya pribadi, Kristal meletakkan fondasi
penting bagi saya dalam konteks berpikir ilmiah, manajemen keredaksian, dan
terutama dunia literasi, sebuah dunia yang terus saya geluti dan menjadi sumber
penghidupan bagi saya dan keluarga saya hingga saat ini, nyaris 15 tahun kemudian.
Adakah pesan dari guru maupun
masyayikh yang anda jadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari?
Ada beberapa pesan yang saya ingat dan saya jadikan
pedoman, di antaranya adalah: (i) wong iku kudu temen. Maksudnya,
kita harus tekun dan serius dalam mengerjakan sesuatu. Serius itu bukan kok
spaneng dan kaku. Temen itu memegang komitmen, istiqomah, dan teguh
terhadap integritas. Berintegritas!
(ii) Sing jenenge wong iku yo macem-macem. Pesan
ini bermakna bahwa manusia itu berbeda-beda. Kita tidak bisa memaksa orang lain
sepaham, sepakat, apalagi sama dengan kita. Masing-masing berbeda. Tapi ya memang
tidak mudah menyikapinya. Saya pegangi betul hal ini ketika mengajar di
berbagai forum. Karena kadang kalau saya ketemu mahasiswa yang lumayan bandel,
ya bawaannya kadang mau marah. Ya manusiawilah. Hehe...
Apalagi dulu saya kan biasanya ketemu dengan santri dan
mahasiswa di Jogja. Mereka relatif santun-santun dan cerdas gitu. Lah...
sekarang sekarang ketemu dengan mahasiswa yang bukan santri dan tidak berkultur
Jawa, tapi Sumatra yang lebih keras dan bandel. Kadang kesel juga.... Tapi
kalau saya ingat pesan Mbah Kiai yang satu ini, saya jadi tersenyum dan jadi
sadar diri.
(iii) Mulango sing sregep. Ning sesekali ono libure.
Ben santri-santrimu seneng.
Nah... ini pesan yang keren sekali. Prinsipnya adalah
tekun dalam mengajar. Karena memang tantangan belajar dan mengajar itu berbeda.
Kalau belajar, tantangannya sederhana, paling banter ya malas... hehe.. Tapi
kalau mengajar, tantangannya lebih banyak. Yang paling parah adalah ketika kita
malas memahami karakter peserta didik kita. Jadinya pasti kacau balau. Haha....
:D
Tapi pesan Mbah Kiai yang satu ini mengajarkan kepada
saya agar ketika mengajar santri/siswa/mahasiswa itu idealnya membahagiakan. Karena
idealnya, belajar itu menyenangkan. Belajar itu harus bahagia dan bergembira. Sebab
itu, saya berupaya untuk selalu memanfaatkan media, permainan, humor, cerita,
dst di hampir setiap sesi, baik di forum kuliah atau forum pengajian. Ya
menyesuaikan audienslah...
Selama di Brabo
bagaimana pengalaman yang paling berkesan yang turut berkontribusi dalam
kesuksesan anda?
Kalau dipandang sukses, ya belumlah. Saya masih belum
sukses. Masih banyak hal yang belum bisa saya raih. Masih banyak tokoh yang
jauh lebih sukses ketimbang saya. Masih banyak alumni yag capaiannya melampaui
apa yang baru bisa saya raih.
Tapi pastinya begini. Semua yang pernah saya capai
hingga saat ini tidak pernah bisa terlepas dari batu yang saya gunakan untuk berpijak
dan melangkah. Dan Brabo memberikan itu. Brabo memberikan batu pijakan penting
dalam setiap langkah saya, terutama langkah-langkah besar dalam hidup saya.
Selesai sekolah di MATU, saya melanjutkan kuliah. Itu
atas arahan dari Simbah KH. Baidlowi. Kajian di Fakultas Syariah yang saya
ambil juga atas arahan dari Simbah Kiai. Atas arahan Simbah KH. Ansor Syamsuri,
saya diminta sorogan belasan kitab-kitab kecil. Saya baru sadar, 10 tahun
kemudian saya didawuhi untuk membaca kitab-kitab tersebut di Pondok Krapyak dan
Pondok BSA Krapyak. Ini terus bermanfaat hingga sekarang, 15 tahun kemudian, kitab-kitab
itu saya bacakan di kampung sini.
Di Brabo saya banyak belajar tentang organisasi, mulai
dari OSIS, Kristal, hingga Pramuka. Ini yang melandasi saya untuk terus
berkecimpung di dunia organisasi, dari zaman kuliah dulu hingga detik ini. Berkegiatan.
Mengorganisir. Dan seterusnya.
Brabo juga meletakkan fondasi kecintaan kepada ilmu
pengetahuan. Di Brabo, saya pertama kali melakukan penelitian lapangan dan
pustaka, di bawah bimbingan Bu Yuni di mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Semangat meneliti ini terus saya kembangkan di IAIN Semarang, UII Yogyakarta,
di STIQ An-Nur, di STEBI Al-Muhsin, hingga sekarang di IAIN Metro.
Brabo juga memberikan fondasi penting akan kecintaan
terhadap dunia literasi. Mulai dari keterlibatan di pengelolaan Mading MATU,
Mading PPST, Buletin Kristal, Perpustakaan Pondok. Juga perkenalan saya dengan
roman-roman klasik dari buku-buku yang dibawa anak-anak jurusan Bahasa (Note:
Saya jurusan IPS... hehe... J) membuat saya makin asyik dalam dunia
literasi. Hal ini terus saya kembangkan ketika di Semarang, Jogja, dan sekarang
di Metro, Lampung.
Anda juga diketahui
sebagai salah satu orang yang terlibat dalam pembuatan buku “Jejak Pribadi yang
Bercahaya”, apa yang memotivasi diri anda untuk ikut andil dalam pembuatan buku
tersebut?
Saya tidak terlibat banyak
dalam buku tersebut. Yang paling banyak berperan justru adalah santri-santri
sendiri. Mereka yang melakukan wawancara ke santri sepuh dan menuliskannya dalam
laporan-laporan. Ada Kang Ahmad Mundzir dan Kang Ahmad Khotib yang paling
banyak berperan.
Saya hanya membantu
teman-teman merumuskan tata-naskah dan menuturkan kalimat dengan baik. Itu
saja. Walaupun sederhana, saya menganggap itu sebagai bagian dari khidmah saya
kepada guru. Meskipun belum bisa berbuat banyak, setidaknya ada yang bisa saya
lakukan dengan sedikit keahlian yang saya miliki.
Bagaimana pesan dan
pandangan anda untuk KRISTAL saat ini?
Kristal saat ini sudah sangat bagus dan maju. Kalau dulu
hanya buletin satu lembar. Sekarang sudah beberapa lembar dan bahkan sudah
menjadi majalah. Saya berharap Kristal bisa terus maju dan berkembang. Oya....
dunia digital yang sudah mulai dirambah ada baiknya dikembangkan secara lebih
baik lagi.
Jangan pernah berhenti untuk mencintai ilmu. Jangan
pernah berhenti untuk menulis dan membaca. Karena membaca adalah perintah
pertama Allah kepada Nabi pilihannya.
Dan yang terakhir
apa pesan anda kepada Siswa MATU dan pembaca, dalam hal penggunaan media sosial
yang bijak?
Pertama. Jangan reaktif di medsos. Ketika melihat
informasi yang kurang pas di hati, jangan langsung merespons. Tenangkan diri.
Periksa apakah berita tersebut benar atau tidak. Karena ada banyak pihak yang
berkepentingan di dunia sosmed. Kita tidak tahu siapa yang bermain di balik
sebuah isu tertentu yang dimainkan di sana, apa tujuannya, maslahat atau
sebaliknya.
Kedua, tebarkan kedamaian dan keramahan di dunia sosmed.
Sebarkan kegiatan yang menarik, gagasan yang menyejukkan dan inspiratif di
sosmed. Santri harus menjadi bagian dari generasi muda yang tidak hanya
memanfaatkan sosmed untuk kepuasan pribadi, melainkan untuk syiar islam ala
ahlissunnah wal jamaah an-nahdliyah. Begitu.
Tidak ada komentar: