Kepemimpinan Dalam Islam

Sumber gambar : kompasiana.com

Dalam sejarahnya, islam telah mengalami masa kemajuan dan kemunduran. Dari beberapa periode mulai dari masa Nabi Muhammad, Khulafaurrasyidin, hingga daulah-daulah. Salah satu penentu kemajuan dan kemundurannya adalah pemimpin dan gaya kepemimpinannya.

Nabi Muhammad memiliki welas asih yang sangat luar biasa terhadap umatnya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz rela hidup miskin dan memperhatikan aspek pendidikan demi kesejahteraan rakyat. Dan Khalifah Harun Ar-Rasyid sangat cinta ilmu pengetahuan, diwujudkan dengan membangun Baitul Hikmah. Para pemimpin tersebut juga memiliki islam yang kuat baik secara aqidah maupun syari’at.

Sejarah Kepemimpinan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), pemimpin berarti orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan berarti perihal memimpin, cara memimpin. Menurut KH M. Muzamil, pemimpin itu menunjukan kepada orang sedangkan kepemimpinan menunjuk kepada sifat.

”Seorang pemimpin yang baik itu mewujudkan apa yang dicita-citakan masyarakat kita”, imbuhnya. Artinya seorang pemimpin harus bisa menganalisa, memahami, lalu mewujudkan apa yang diinginkan dan dicita-citakan masyarakat, bukan memikirkan urusan pribadinya.

Pemimpin merupakan faktor penentu kemajuan suatu kelompok, pasalnya seorang pemimpin adalah teladan, pengatur, dan komponen paling tinggi dalam suatu kelompok. Nabi Muhammad  merupakan figur pemimpin yang patut diteladani. Pada masa kepemimpinan Nabi, Islam menjadi pelopor rahmatan lil ‘alamin.

Selain itu Nabi juga menjadi sosok pemimpin yang sangat peduli pada umatnya. Hal tersebut dibuktikan ketika menyebarkan agama Allah, Nabi tidak pernah memaksa dan memakai kekerasan. Bahkan ketika Nabi dalam keadaan sakaratul maut, yang menjadi perhatian Nabi adalah umat. ” Welas asih kanjeng Nabi kepada umatnya itu luar biasa. Sampai-sampai beliau mau wafat itu yang disebut bukan istrinya, bukan keluarganya, bukan putranya, tapi ummati ummati ummati (umatku umatku umatku-red)” jelas KH M. Muzamil dalam wawancara dengan Redaksi Kristal di kantor PWNU Jawa Tengah.

Setelah wafatnya Rasulullah, tonggak kepemimpinan Islam dipegang para sahabat Nabi yang mendapat gelar Khulafaurrasyidin, yaitu Sayyidina Abu Bakar As-Shidiq, Sayyidina Umar bin Khattab, Sayyidina Usman bin Affan, dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Kemudian dilanjutkan kepemimpinan dalam bentuk Daulah Islamiyah seperti Daulah Umayyah dan Daulah Abbasiyyah.

Dalam periode Daulah Islamiyah ini, Islam pernah mengalami masa kejayaan. Seperti masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada Daulah Umayyah dan Harun Ar-Rasyid pada Daulah Abbasiyah. Hal tersebut tak terlepas dari peran sosok pemimpin. Sebagai contoh Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih memilih hidup sederhana ketika menjadi khalifah kedelapan Dinasti Umayyah. Padahal, sebelum menjadi khalifah ia merupakan seorang yang kaya raya. Namun itu semua berubah drastis ketika menjadi khalifah. “Beliau (Umar bin Abdul Aziz-red) sanggup dan rela untuk kehilangan harta bendanya untuk menjadi Pemimpin. Sebelum menjadi khalifah malah beliau seorang kaya raya, setelah menjadi khalifah malah menjadi miskin” tutur kyai Muzamil.

Hal tersebut dibuktikan dengan menjual semua harta kekayaan yang ia miliki bersama keluarganya, lalu menyerahkannya ke baitul mal. Selain itu ia juga meninggalkan menggunakan wangi-wangian dan tidak memakai pakaian dari sutra dan lebih suka memakai pakaian dari bahan sederhana. Bahkan ia mengharamkan dirinya dan keluarganya menggunakan kekayaan negara.

Perkembangan ilmu pengetahuan juga menjadi perhatian khalifah yang merupakan salah satu cucu Sayyidina Umar bin Khattab tersebut. Ia mendatangkan ulama dan fuqoha (ahli fiqih) ke istana untuk mengupas pelbagai ilmu. Diantaranya adalah Hasan Al-Basri dan Ibnu Syihab Az-zuhri.

Khalifah Harun Ar-Rasyid juga pernah membawa Islam pada puncak kejayaan dalam Daulah Abbasiyah. Imam Suyuthi mengabarkan bahwa Khalifah Harun sangat mencintai para ulama, gemar bersedekah, dan taat beribadah. Dikabarkan dia sholat sunnah seratus rakaat setiap hari dan gemar membaca sholawat setiap mendengar nama Rasulullah disebutkan.

Dikutip dari Geotimes, Nadirsyah Hosen menyebutkan bahwa khalifah Harun membangun perpustakaan yang kemudian dikenal dengan Baitul Hikmah, dan kelak dilanjutkan oleh anaknya. Baitul Hikmah menjadi cikal bakal kegemilangan dunia ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam. Naskah dari Yunani, Cina, Sanskrit, Persia dan Aramaik diterjemahkan dalam bahasa arab. Pakar islam, yahudi, nasrani bahkan budha pun berdatangan dan mengkaji ilmu pengetahuan dan berdiskusi di Baitul Hikmah.

Sejarah kepemimpinan Islam tersebut terjadi ketika Islam masih menjadi agama sekaligus komunitas (negara). Berbeda sekarang ini, ketika Islam sudah tidak lagi sebagai komunitas, akan tetapi penganut Islam telah tersebar ke penjuru dunia, bersama pemeluk agama dan komunitas lain membentuk bangsa dan negara. Meskipun berbeda kondisi, kita masih bisa mengambil teladan dari para pemimpin Islam terdahulu sebagai acuan dalam memilih pemimpin Indonesia pada masa sekarang dan yang akan datang.

Mencari Pemimpin Indonesia
Indonesia juga memiliki figur pemimpin seperti Ir. Soekarno. Dikutip dari kompasiana, Henny Sovya mengatakan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dari Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa asia dan afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara barat (Amerika dan Eropa).

Kyai Muzamil mengatakan, sebagai presiden pertama RI dan proklamator kemerdekaan, Ir. Soekarno mendapat gelar Waliyyul amri dhoriri bissyaukah (pemimpin pemerintahan di masa darurat) dari NU dan disahkan pada Muktamar NU 1945 di Surabaya. Meskipun pemberian gelar tersebut mendapat protes dari beberapa kalangan. “Presiden Soekarno sendiri disebut dengan Waliyyul amri dhoriri bissyaukah, dalam situasi dhoriri (darurat-red). Apalagi dalam kondisi sekarang ini, tentu juga lebih dhoriri. Padahal presiden Soekarno memiliki cita-cita yang luar biasa. Dia berani untuk melawan imperalisme, kapitalisme”, ujar Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah periode 2018-2023.

Selanjutnya kyai asal Demak tersebut menjelaskan bahwa sifat- sifat pemimpin dalam Islam itu harus meniru kepemimpinan Nabi Muhammad, yaitu sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran), dan fathonah (cerdas).

Selain itu kyai yang lahir pada 17 Mei 1966 juga menjelaskan bahwa Sayyidu qoumin Khodimuhum, yang artinya pemimpin dari kaum adalah pelayan bagi kaum tersebut. “Selama kita mau menjadi pelayan kita boleh menjadi pemimpin dan ketika kita bermental ingin dilayani maka jangan sekali-kali pernah bermimpi menjadi pemimpin”, ujar kyai Muzamil. Hal tersebut membuktikan bahwa menjadi seorang pemimpin harus siap melayani, mencurahkan perhatian dan pemikirannya untuk kesejahteraan rakyat. Seperti khalifah Umar bin Abdul Aziz yang rela hidup miskin demi kesejahteraan rakyatnya.

Dalam kaitannya dengan pemilihan pemimpin Indonesia, menurut kyai Muzamil, pemimpin harus yang original, yang lahir dari rakyat, kemudian besar bersama rakyat. Bukan pemimpin hasil branding.” Maksutnya, sesungguhnya dia belum layak menjadi pemimpin, kemudian dikesankan menjadi pemimpin yang seolah-olah dibutuhkan oleh rakyat”. Ujar kyai Muzamil.

Selanjutnya beliau menuturkan cara memilih pemimpin yang baik.“Pertama kita lakukan istikhoroh, mohon petunjuk kepada Allah, kalau kita belum mengetahui sesungguhnya seperti apa. Kedua, yang selalu memperhatikan kehidupan masyarakat selama ini itu siapa? (punya pilihan) masing-masing monggo. Nanti yang penting itu pada rukun, saling menjaga kedamaian, ketertiban, dan persaudaraan diantara kita sebagai sesama warga bangsa” imbuhnya.

Terakhir beliau berpesan agar mulai sekarang kita harus mempersiapkan calon-calon pemimpin masa depan dengan menerapkan pendidikan sebaik mungkin dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dengan harapan agar muncul calon-calon pemimpin bangsa yang bisa memenuhi harapan kesepuhan-kesepuhan terdahulu maupun keinginan masyarakat yang akan datang.

Penulis : Ahmad Azka
Editor : Ahmad Fahmi Ashshidiq



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.