Membumikan Aswaja Melalui Organisasi
Tim Redaksi bersama Gus Najmuddin; Ridho, Syafi'i, & Afiq. |
“Alasan memilih
organisasi ke-NU-an salah satunya adalah bagi saya NU sudah menjadi darah
daging, menjadi sebuah organisasi yang diikuti mayoritas ulama di Indonesia.
Maka mau tidak mau apa yang saya lakukan itu juga berdasarkan oleh organisasi di
NU”
Itulah salah satu
alasan laki-laki kelahiran Kabupaten Semarang 30 tahun yang lalu. Muhammad
Najmuddin Huda adalah seorang yang sampai saat ini masih aktif dalam mengikuti
berbagai organisasi, terutama organisasi ke-NU-an. “NU itu diketahui salah satu
organisasi terbesar, bukan hanya di Indonesia, tetapi NU sebagai organisasi
terbesar di dunia. Kita akan banyak mendapatkan manfaat dari sesuatu yang besar
”, ujarnya.
Beasiswa kuliah
di Yaman
Debut pendidikan
formalnya berawal dari MI Tamrinul Ulum Jetis, lalu MTs N Susukan, melanjutkan
masa MA-nya di MA Tajul Ulum Brabo, setelah itu duduk di bangku perkuliahan
Universitas Al Ahqaff, Hadramaut, Yaman (sampai semester 6), dan di IAIN
Salatiga fakultas Syari’ah tahun 2015. Selain itu, ia juga pernah menimba ilmu
di Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo.
Sebelum melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, Gus
Najmuddin terlebih dahulu mengikuti seleksi penerimaan beasiswa kuliah di
Universitas Al Ahqaff, Hadramaut, Yaman. Seleksi tersebut dilaksanakan pada
hari libur nasional setelah ujian. Gus Najmuddin dan dua teman karibnya, Gus Nur
Faiz Amin dari Cirebon, dan Kang Khoirul Huda dari Demak yang pada saat itu
masih duduk di bangku kelas 12 Aliyah, ditawari oleh kyai Zaenal Arifin, AH
(menantu KH M. Dhofir Syafi’i AH) yang saat itu menjadi wakil lurah PP. Sirojuth Tholibin Brabo. “Ini ada undangan
seleksi (kuliah di luar negeri). Kira-kira mau ikut nggak?” Akhirnya,
mereka menerima tawaran tersebut dan berangkat mengikuti seleksi bersama.
Adapun tempat seleksinya di Lasem, Rembang dengan jumlah peserta 200 dan hanya
30 orang yang diterima.
Setelah dua minggu, pengurus pondok pesantren mendapatkan kabar lewat
telepon bahwa mereka lolos seleksi. “Seneng sih pasti, walaupun dari
awal nggak berharap lolos, cuma cari pengalaman”, ujarnya. Oleh Gus Pin
(sapaan Kyai Zaenal Arifin, AH), Gus Najmuddin diberi tahu dan ditanya. “Bagaimana
ini? mau berangkat atau tidak?” “Saya tidak berangkat. Kemarin cuma cari
pengalaman saja”, jawabnya. “Bukankah Mbah Yai saja pernah kuliah di luar
negeri? Semisal ada santri yang kuliah di luar negeri, Mbah Yai pasti akan senang.
Maka jika kalian berangkat pasti akan menjadi sesuatu yang menggembirakan bagi Mbah
Yai”, lanjut Gus Pin.
Hal itu membuat mereka memikirkannya, kemudian pulang dan meminta saran
orang tua. Kemudian orang tua mereka menyarankan untuk berangkat. Setelah itu, Gus Najmuddin disowankan
orang tuanya. Tetapi untuk tidak boyong, melainkan untuk belajar di
tempat lain.”Karena tidak boyong, otomatis masih tetap santri. Karena masih
santri, maka insyaallah akan terus didoakan oleh Mbah Yai secara
terus-menerus”. Ketika akhir semester enam, beliau harus pulang lantaran
penyakitnya kambuh. Setelah sembuh, beliau tidak diperbolehkan kembali ke Yaman
oleh orang tuanya dan disuruh melanjutkan belajar di IAIN Salatiga Fakultas
Syariah.
Aktif Berorganisasi
Semasa kuliahnya di Yaman, ia menjadi Sekretaris
Asosiasi Mahasiswa Indonesia (AMI) Universitas Al Ahgaff pada tahun 2008-2009 dan
menjadi Sekretaris PCI NU Yaman pada tahun 2009. Berawal dari situlah pria yang
bekerja sebagai Staff Dosen UNU Surakarta cabang Pon-Pes Al Huda Petak Susukan
tersebut mulai gemar dalam mengikuti berbagai organisasi, terutama organisasi
ke-NU-an. “Saya mengikuti organisasi
sesuai minat. Mungkin sampai sekarang organisasi yang saya ikuti ada sekitar 30
organisasi, baik umum maupun ke-NU-an. Kita wajib membesarkan NU, tetapi tidak
harus satu-satunya yang diikuti. Kita boleh mengikuti organisasi yang lain
asalkan organisasinya jelas. Seperti BANN, Pesantren For Peace”, ujar pria yang
pernah menjadi ketua Rijlul Jomblo Nasional.
Hal tersebut
dibuktikan dengan keterlibatannya dalam berbagai organisasi. Diantaranya menjadi
Ketua PC IPNU Kabupaten Semarang pada tahun 2014-2016, Ketua 1 PC PMII Salatiga
2016, Wakil Bendahara PKC PMII Jawa Tengah 2016-2018, Pengurus Barisan Anti
Narkoba Nasional (BANN) kabupaten Semarang 2016-2019, Rijalul Ansor PC GP Ansor
Kabupaten Semarang 2016-2019, Pengurus DPD KNPI Kabupaten Semarang 2018-2021,
Japersek PW IPNU Jawa Tengah 2017-2020, Sekretaris ADDINU (Asosiasi Da’i-da’iyyah
Nusantara) Jawa Tengah 2018-2020, Wakil Ketua PC GP ANSOR Kabupaten Semarang
2019-2020, Ketua Rijalul Jomblo Nasional, dan masih banyak lagi.
Selanjutnya pria
yang pernah menjadi wisudawan terbaik Fakultas Syariah IAIN Salatiga tahun 2015
tersebut menjelaskan manfaat-maanfaat mengikuti berbagai organisasi. Pertama, kita
banyak jejaring, banyak berkenalan dengan orang dari berbagai lapisan, seperti
pejabat, politisi. Dapat sowan dengan beberapa ulama, dan bisa dekat dengan
kyai. Kedua, pengalaman banyak sekali, terutama mendidik mental kita. Utamanya
bagaimana kita menerapkan ilmu-ilmu kita di pesantren. Ketiga, beberapa hobi
saya dapat tersalurkan. Seperti tulis menulis, penelitian, dan lain sebagainya.
Itu diantara manfaat yang saya dapatkan. Bahkan ketika orang senang
beorganisasi, senang memberikan manfaat kepada orang lain, maka
perasaan-perasaan duka itu hampir tidak ada.
“Di NU, jenjang kaderisasinya itu jelas. Ini
hal yang jarang dimiliki oleh organisasi lain. Bagi saya, organisasi ini adalah
sebagai tempat berkhidmah kepada NU. Walaupun sudah beribadah seperti apapun
belum tentu diterima. Maka jalan lain yng dapat kita tempuh adalah bagaimana
kita gondelan kyai dan ulama. Organisasi inilah bagian untuk gondelan
dengan para kyai dan ulama. Karena Mbah Hasyim Asy’ari pernah berkata, siapa
yang mengurusi NU, maka itu bagian dari santriku. Dan siapa yang menjadi
santriku, maka akan aku doakan khusnul khotimah sampai anak cucunya. ”,
imbuhnya.
Selanjutnya, Najmuddin berpesan kepada siswa-siswa MA Tajul Ulum agar
sering membaca buku, membeli buku, dan menulis. “Pertama, bacalah buku! Karena
dengan membaca buku akan memberi kemanfaatan. Kedua, sisihkan uang kalian
walaupun sedikit untuk membeli buku. Karena buku tak hanya bermanfaat bagi
kalian, tapi bagi orang banyak. Ketiga, seringla menulis walaupun di media
sosial, tapi status yang bagus. Karena ketika kita berbicara dan menjadi kyai,
kalau mati akan hilang. Tetapi para ulama dari dulu sampai sekarang mereka
dihargai karena mempunyai karya (tulisan)”, pungkasnya.
Tidak ada komentar: