Pejuang Perempuan Kita: Dari Maryam sampai RA Kartini




Dalam setiap masa dan setiap negara oleh Allah diturunkan tokoh-tokoh pergerakan perempuan yang revolusioner. Siti Maryam, sebagai seorang ibu dari seorang Nabi merupakan tokoh pergerakan perempuan yang berani melawan hegemoni kaum laki-laki di kalangan kaum Israel. Dengan kecerdasaannya, semua tudingan dan bantahan yang diarahkan kepadanya karena mengandung Al-Masih dapat mengalahkan retorika-retorika yang memang menjadi keahlian utama orang-orang Bani Israel. Kesabaran dan ketegaran yang dimiliki olehnya dalam menghadapi fitnah kaumnya membuat lidah kaum Israel menjadi kelu.

Khadijah, sebagai istri dari seorang penutup dari para nabi memberikan contoh bagaimana kedudukan istri yang seharusnya. Dia berani mendobrak keyakinan masyarakat arab yang menghinakan kaum perempuan. Baginya, seorang perempuan tidak hanya bertugas sebagai 3M (macak, masak dan manak). Perempuan baginya harus berperan sebagai seorang yang yang ikut mengsukseskan misi-misi dakwah yang diemban oleh setiap manusia. Siti Khadijah dengan segala keanggunannya membuktikan bahwa kesuksesan Islam menjadi agama besar tidak hanya karena peran kaum laki-laki, tapi ada peran kaum perempuan disana.

Rabiah Al-Adawiyah, perempuan yang meruntuhkan hegemoni kaum laki-laki dalam kalangan sufi. Wali dan sufi yang sebelumnya sering kali diidentikkan dengan kaum laki-laki, kemudian memberikan ruang yang sama bagi perempuan. Dia menunjukkan bahwa kesetaraan kedudukan perempuan dalam mencari cinta Tuhan-Nya tidak hanya menjadi dominasi kaum laki-laki. Dia juga membuktikan bahwa kaum perempuan boleh menolak intervensi dari kaum laki-laki, seperti ketika dia menolak banyak lamaran para laki-laki untuk mempersuntingnya.

Kartini seorang Santri
Sampai saat ini sangat jarang yang mengetahui bahwa RA Kartini itu adalah seorang santri. Sejarah yang dipelintir yang membuat kesan RA Kartini bukan santri. Bukti bahwa RA Kartini seorang santri adalah secara unsubiyah (nasab) beliau cucu kyai pesantren di Jepara dari jalur ibu. Sehingga tidak mengherankan apabila kemudian kakak beliau semuanya pernah nyantri di pesantren, sehingga di dalam keluarga beliau pondasi pendidikan yang pertama adalah agama. RA Kartini sendiri sebagai anak perempuan diajarkan berbagai ilmu agama seperti tauhid, membaca al Qur'an, mabadi' fiqhiyyah, tajwid, akhaq lil banaat, dan ilmu lainnya yang langsung diajarkan oleh ibu dan kakeknya.

Ketika sudah beranjak remaja, RA Kartini nyantri di tempat saudaranya seorang Bupati demak, dengan diampu oleh KH. Soleh Darat dari Semarang serta kiai-kiai di Kadipaten Demak. Pada waktu itu tempat mengajinya masih di masjid dengan lesehan, tidak seperti sekarang di ruangan khusus seperti sekolahan dengan meja dan kursi. Hal ini menunjukkan bahwa beliau dalam menuntut ilmu masih dengan cara jalur ulama salaf yang bertujuan mencari keberkahan masjid, ilmu dan ulama.

Dengan Kyai Soleh Darat, beliau mengaji tafsir al Qur'an karangan KH Soleh darat sendiri dengan karakteristik pembelajarannya yang menekankan kepada adab (tasawwuf). Selain itu, pada masa itu di Demak baru gencar-gencarnya mengaji thariqoh, salah satunya di Mranggen ada Simbah KH Hadi Girikusumo sebagai salah satu Mursyid dan Kholifah Thariqoh Kholidiyyah. Kartini sendiri juga dikenal sebagai murid thariqah. Sehingga dengan latar belakang yang demikian, maka tidak mengherankan jika RA Kartini adalah seorang santriwati yang alim dan tawadlu.

Ketika melaksanakan pernikahan, RA Kartini mendapatkan sebuah hadiah dari Gurunya, KH. Soleh Darat. Hadiah itu berupa sebuah kitab tafsir bernama "Faidlur Rahman"  yang merupakan karya gurunya sendiri. Kitab tafsir tersebut merupakan kitab tafsir berbahasa jawa pegon pertama di Indonesia.

Ilmu yang didapatkannya selama mengaji sangat mempengaruhi beliau dalam bersikap dengan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut bisa dilihat pasca RA Kartini purna nyantri dan kemudian menjadi seorang guru (kebiasaan santri mengamalkan ilmu dengan mengajar) kepada para perempuan yang berada di lingkungan sekitarnya. Sebab beliau menyakini bahwa perempuan akan menentukan arah suatu bangsa.  Perempuan baginya adalah madrostul ula (sekolah yang pertama dan utama) sebagai pondasi bagi anak-anaknya. Beliau mengajarkan al Qur'an, fiqih, adab, ilmu-ilmu agama dan ketrampilan.

RA Kartini juga memahami bahwa sebagai seorang perempuan setelah menjadi ibu rumah tangga juga harus berkhidmah (mengabdi) kepada suami, anak anak dan keluarganya. Dengan demikian maka seorang perempuan harus mempunyai pondasi keilmuan yang baik. Dengan demikian lah maka kelak akan muncul kader-kader terbaik bangsa dari ibu - ibu yang berilmu dan beradab serta akan muncul anak - anak yang diberkahi Tuhan sebab dilahirkan dari ibu - ibu yang berkhidmah dengan tulus terhadap keluarganya. Hal itu lah yang sebenarnya menjadi konsep RA Kartini dalam ajaran “habis gelap terbitlah terang” yang disarikan dari ayat al Qur'an "Min al dzulumaati ila al nuur".

RA Kartini, perempuan yang inovatif dalam melakukan sebuah perjuangan. Perjuangan tidak selalu dengan mengucurkan darah untuk kemudian memberikan dampak yang besar. Perjuanagan perempuan tidak perlu dengan mengedepankan ego dan kekolotonnya untuk mendapatkan apa yang ingin dia capai. Namun, hanya dengan lembaran-lembaran kertas dia dapat memberikan gagasan yang kemudian menjadi inisiatif, bukan hanya bagi kaum perempuan sendiri tapi juga bagi kaum laki-laki. Dengan memanfaatkan ruang dan waktu yang tersedia, banyak kaum laki-laki yang yang kemudian tergugah karena pemikirannya, termasuk suaminya.

Perempuan-perempuan diatas adalah contoh diantara sedikit perempuan yang sangat berjasa dan memahami akan makna dan tugas hidupnya. Mereka tidak akan pernah memiliki arti jika hanya mengedepankan ego personal sebagai seorang perempuan. Mereka juga tidak akan memiliki arti jika tidak memahami akan makna kehidupan dan kodratnya. Perempuan-perempuan besar adalah yang dapat memberikan makna dalam kehidupan manusia lainnya.


Selamat Hari Kartini










Penulis :
M. Najmuddin H
Alumni MA Tajul Ulum Jurusan Keagamaan (2007)
Wakil Ketua PC GP Anshor Kab. Semarang
Mantan Direktur Kelompok Kajian Lingkar Studi Gender (LSG)





Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.