Mutiara Qur'an dari Mangkuyudan


KH. Ahmad Umar lahir pada Sabtu Pahing, 5 Agustus 1916 dari pasangan KH Abdul Mannan dan Nyai Zaenab. Selain kepada orang tuanya, Kiai Umar juga berguru kepada KH Dimyathi Abdullah, Pacitan. Kepada Kiai Dimyati ini, pada usia 15 tahun KH Ahmad Umar telah berhasil menghafal Al-Qur'an 30 juz. Selanjutnya, Kiai Umar belajar al Qur'an kepada KH. R. Muhammad Munawwir, Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Sejak tahun 1937, KH Ahmad Umar mengajar Al-Qur'an di Pesantren al-Muayyad Solo yang dirintis pada tahun 1930 oleh ayahnya, KH Abdul Mannan, bersama KH Ahmad Shofawi dan KH Mohammad Adnan.

KH Ahmad Umar menikah dua kali. Istri pertamanya adalah Nyai Salamah, kakak KH Ahmad Mushtofa. Nyai Salamah adalah janda dari Bapak Ahmadi, seorang hafiz Al-Qur'an, dan memiliki seorang anak. Kiai Umar hidup bersama Nyai Salamah kurang lebih 22 tahun dan tidak dikaruniai anak, kemudian mereka berpisah. Setelah itu, KH. Ahmad Umar menikah dengan Ny. Hj. Shofiyah, tidak dikaruniai anak, hingga wafat pada tanggal 24 Juni 1980.

 

KH. Ahmad Umar Abdul Mannan 

Dalam berdakwah, Kiai Umar tidak sebatas melalui tutur lisan saja, tapi juga beliau tampakkan melalui haliyah beliau. Banyak kisah tentang kebaikan-kebaikan Kiai Umar yang layak kita teladani.

 

Dikisahkan, ketika Kiai Ahmad Umar selesai menaiki becak, beliau tidak pernah menawar tarif yang diajukan tukang becak tersebut, bahkan sering kali Kiai Umar membayar dengan uang lebih. Hal yang sama juga Kiai Umar lakukan ketika di tempat potong rambut.

 

Kisah lain tentang Kiai Umar adalah ketika menerima hadiah dari seseorang. Dengan senang hati beliau menerimanya, bahkan selalu terucap doa dari lisan beliau, "jazâkumullâh khairal jazâ', bârakallâh fîmâ a'thaita wa bârakallâh fîmâ amsakta." Berbeda ketika kiai menerima hadiah berupa sarung atau sejenisnya, Kiai mendoakan, "albaskumullâh libâssattaqwâ dzâlika khair."

 

Kiai Umar juga dikenal dengan pribadi yang penyayang terhadap anak-anak. Kiai umar sering menyediakan premen dan balon untuk diberikan kepada anak-anak yang ikut bertamu bersama orang tuanya, lebih-lebih ketika bulan Syawal. Kiai Umar dawuh; "Anak kecil itu belum memiliki dosa, barangkali melalui ini,anak-anak berkenan mendoakan kebaikan untukku dan semoga diijabahi oleh Allah."

 

Kisah-kisah indah dan penuh hikmah ini dapat anda baca di buku al Dur al Mukhtâr min Manâqib al Syaikh Ahmad Umar, yang disusun oleh Al Maghfurlah KH. Ahmad Baidlowi Syamsuri, Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo. Buku manaqib atau biografi seperti ini seharusnya dibaca, khususnya oleh santri dan masyarakat pada umumnya.

 

Penulis Manaqib; KH. A. Baidlowie Syamsuri (bersorban)
bersama KH. Arwani Amin dan KH. Mahrus Aly ketika jelang akad nikah. 

Karena buku ini ditulis dengan bahasa jawa pegon, kami berharap ke depan buku ini diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dan diperkaya dengan riwayat singkat kehidupan dari KH. Ahmad Umar Abdul Manan dan juga penulisnya, KH. Ahmad Baidlowi Syamsuri. |Red|


Buku ini dapat diperoleh di Koperasi Zaduna Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo Grobogan.


 


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.