Mutiara Qur'an dari Mangkuyudan
KH Ahmad Umar menikah dua kali.
Istri pertamanya adalah Nyai Salamah, kakak KH Ahmad Mushtofa. Nyai Salamah
adalah janda dari Bapak Ahmadi, seorang hafiz Al-Qur'an, dan memiliki seorang
anak. Kiai Umar hidup bersama Nyai Salamah kurang lebih 22 tahun dan tidak
dikaruniai anak, kemudian mereka berpisah. Setelah itu, KH. Ahmad Umar menikah
dengan Ny. Hj. Shofiyah, tidak dikaruniai anak, hingga wafat pada tanggal 24
Juni 1980.
Dalam berdakwah, Kiai Umar
tidak sebatas melalui tutur lisan saja, tapi juga beliau tampakkan melalui
haliyah beliau. Banyak kisah tentang kebaikan-kebaikan Kiai Umar yang layak
kita teladani.
Dikisahkan, ketika Kiai Ahmad
Umar selesai menaiki becak, beliau tidak pernah menawar tarif yang diajukan
tukang becak tersebut, bahkan sering kali Kiai Umar membayar dengan uang lebih.
Hal yang sama juga Kiai Umar lakukan ketika di tempat potong rambut.
Kisah lain tentang Kiai Umar
adalah ketika menerima hadiah dari seseorang. Dengan senang hati beliau
menerimanya, bahkan selalu terucap doa dari lisan beliau, "jazâkumullâh
khairal jazâ', bârakallâh fîmâ a'thaita wa bârakallâh fîmâ amsakta."
Berbeda ketika kiai menerima hadiah berupa sarung atau sejenisnya, Kiai mendoakan,
"albaskumullâh libâssattaqwâ dzâlika khair."
Kiai Umar juga dikenal dengan
pribadi yang penyayang terhadap anak-anak. Kiai umar sering menyediakan premen
dan balon untuk diberikan kepada anak-anak yang ikut bertamu bersama orang
tuanya, lebih-lebih ketika bulan Syawal. Kiai Umar dawuh; "Anak kecil itu
belum memiliki dosa, barangkali melalui ini,anak-anak berkenan mendoakan
kebaikan untukku dan semoga diijabahi oleh Allah."
Kisah-kisah indah dan penuh
hikmah ini dapat anda baca di buku al Dur al Mukhtâr min Manâqib al Syaikh
Ahmad Umar, yang disusun oleh Al Maghfurlah KH. Ahmad Baidlowi Syamsuri,
Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo. Buku manaqib atau biografi seperti ini
seharusnya dibaca, khususnya oleh santri dan masyarakat pada umumnya.
Penulis Manaqib; KH. A. Baidlowie Syamsuri (bersorban)
bersama KH. Arwani Amin dan KH. Mahrus Aly ketika jelang akad nikah.
Karena buku ini ditulis dengan
bahasa jawa pegon, kami berharap ke depan buku ini diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia dan diperkaya dengan riwayat singkat kehidupan dari KH. Ahmad Umar
Abdul Manan dan juga penulisnya, KH. Ahmad Baidlowi Syamsuri. |Red|
Buku ini dapat diperoleh di Koperasi Zaduna Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo Grobogan.
Tidak ada komentar: