Qaryah Thayyibah; 20 Tahun Mempraktekkan Kurikulum Merdeka

Siswa di KBQT sedang belajar bersama. Foto: kbqt.org

Kata Merdeka di dalam Kurikulum Merdeka ternyata tidak memiliki makna merdeka sepenuhnya. Masih terdapat beberapa hal yang membatasi. Kita perlu belajar Kurikulum Merdeka kepada Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) yang telah mempraktekkan Kurikulum Merdeka sejak tahun 2003.

Brabo, kristalmedia.net - Pada 11 Februari 2022 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka secara daring. Dalam kesempatan itu, Nadiem mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang jauh lebih ringkas, sederhana dan fleksibel. Nadiem juga menambahkan, Kurikulum Merdeka dirancang guna mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia dari negara-negara lain.

Terdapat dua karakteristik utama dalam Kurikulum Merdeka, yaitu 1) pembelajaran berbasis proyek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila, dan 2) fokus materi esensial, sehingga ada lebih banyak waktu untuk belajar kompetensi dasar seperti numerasi dan literasi. Selain itu, terdapat dua bentuk kemerdekaan yang ditawarkan dalam Kurikulum Merdeka, yaitu 1) sekolah dapat mengatur jam pelajaran sendiri, dan 2) tidak ada penjurusan di tingkat SMA.

Sejak diluncurkan, Kurikulum Merdeka banyak mendapatkan tanggapan dari masyarakat, guru, hingga pengamat pendidikan. Salah satunya adalah Ki Darmaningtyas, Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) di Yogyakarta dan seorang pengamat pendidikan. Dalam artikelnya yang dimuat di koran Kompas 14 Maret 2022, Ki Darmaningtyas memberikan beberapa kritik terhadap Kurikulum Merdeka. Di antara kritiknya adalah soal kurikulum tunggal, pengaturan jam pelajaran, dan penjurusan di SMA.

Ki Darmaningtyas menilai, selama ini pemerintah, khususnya menteri pendidikan selalu membuat kurikulum tunggal untuk diterapkan di semua sekolah di Indonesia (one for all). Padahal terdapat perbedaan kondisi geografis, infastruktur, ekonomi, sosial dan budaya di Indonesia. Menurut Ki Darmaningtyas, seharusnya pemerintah memberikan minimal tiga jenis kurikulum, atau lebih. Tiga kurikulum tersebut adalah kurikulum yang tepat diterapkan di sekolah-sekolah favorit, kurikulum yang tepat diterapkan di sekolah negeri regular/swasta dan kurikulum yang cocok untuk daerah-daerah pesisir, pedesaan dan terisolir, atau untuk masyarakat miskin kota.

Kurikulum Merdeka yang Belum Merdeka

Meskipun namanya adalah Kurikulum Merdeka, ternyata dalam prakteknya tidak memberikan kebebasan dan kemerdekaan sepenuhnya, baik bagi sekolah, guru ataupun peserta didik. Seperti yang dipaparkan oleh Ki Darmaningtyas, dua poin penting yang seolah memberikan kebebasan adalah soal pengaturan jam pelajaran dan tidak adanya penjurusan pada tingkat SMA. Siswa kelas X SMA mendapatkan materi yang sama, kemudian di kelas XI dan kelas XII siswa dipersilakan memilih mapel sesuai minatnya. Menurut Ki Darmaningtyas, mengatur jam pelajaran sendiri bukanlah hal yang mudah, karena berkaitan dengan ketersediaan guru di sekolah, kepentingan guru termasuk tunjangan profesi. Masih terdapat banyak sekolah di daerah-daerah yang kekurangan guru, bahkan ada guru yang harus mengajar mapel yang bukan bidangnya.

Terkait penjurusan, kalau siswa kelas X SMA selama satu tahun belajar hal yang sama dengan materi di SMP, akan timbul kebosanan dan menjadikan beban yang terlalu banyak. Kebebasan siswa memilih mapel sesuai minatnya juga problematis. Dalam prakteknya, sekolah telah menetapkan beberapa mapel untuk jurusan tertentu. Biasanya sekolah menetapkan beberapa jurusan, seperti IPA, IPS, Bahasa, dan Keagamaan. Tetapi jika dibagi sesuai minat, ada yang minat di Matematika dan Fisika saja, atau minat di Biologi dan Sejarah, ada yang Bahasa dan Ekonomi. Hal ini akan berpengaruh terhadap ruang kelas, waktu belajar, guru, dan fasilitas pendukung lainnya.

Maka, menurut Ki Darmaningtyas, pemerintah perlu mengkaji ulang Kurikulum Merdeka, atau kembali ke Kurikulum 2013 yang sudah cukup baik dalam kerangka berfikir dan juga aplikasinya. Hanya memerlukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan saja. Apalagi ada informasi yang beredar jika Kurikulum Merdeka bukan kurikulum yang dikonsepkan, tetapi sudah dipraktekkan di suatu sekolah di Jakarta dan berhasil dengan baik. Hanya saja, sekolah itu adalah sekolah swasta dengan uang sekolah siswa perbulan mencapai jutaan rupiah, orang tua siswa dari golongan ekonomi menengah ke atas dan terdidik serta kesejahteraan guru yang terjamin.

Belajar Kurikulum Merdeka dari Qaryah Thayyibah

Berbicara tentang Kurikulum Merdeka, kita perlu jalan-jalan ke Salatiga untuk melihat sebuah komunitas belajar yang telah ada sejak tahun 2003. Terletak di Jl. Raden Mas Said No. 12 Kalibening, Tingkir Salatiga, Jawa Tengah, Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) didirikan oleh Ahmad Bahruddin. Tempat belajar tersebut berada di tengah-tengah area persawahan yang hijau dan asri, udara yang sejuk dan berada di kaki gunung Merbabu.

KBQT merupakan lembaga pendidikan non formal yang menyelengarakan pembelajaran bagi anak-anak usia SMP dan SMA dengan status Pendidikan Kesetaraan (Paket B dan C). Empat prinsip belajar dalam KBQT adalah: 1) semangat pembahasan dan perbaikan, hal ini mensyaratkan perilaku kritis, dinamis dan kreatif, tak sekedar diagnotis dan statis. 2) asas keberpihakan terhadap siapapun yang berhak memperoleh pendidikan, terutama warga miskin dan tidak mampu. 3) kegembiraan dalam proses metodologi dalam belajar. Hal ini mensyaratkan guru sebagai fasilitator dan sikap murid yang dibimbing agar partisipatif. 4) prinsip kebersamaan, kolaboratif dan partisipasi semua pihak dalam merancang sistem, yakni pendamping (guru), pengelola sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat sekitar. Hal ini sangat penting agar terciptanya sistem sekolah yang membumi dan melek lingkungan.

Dalam praktiknya, KBQT menerapkan sistem kelas kecil, satu kelas maksimal 12 orang dengan satu orang pendamping. Setiap kelas bebas memberikan nama bagi kelasnya masing-masing, dan menentukan aturan main di dalam kelas, seperti jam belajar, jadwal pertemuan setiap harinya, hingga sanksi konstruktif bagi yang melanggar kesepakatan kelas. Pendamping kelas bertugas menemani siswa untuk mengembangkan dan mengeksplorasi pengetahuan dan keterampilan masing-masing siswa. Menemani proses belajar siswa, membantu mengarahkan passion siswa, menyiapkan kreasi karya siswa dan mengapresiasi pencapaian siswa secara periodik.

Siswa dipersilakan memilih subjek apa yang ingin dipelajari dan dikuasai selama belajar di KBQT, seperti pengetahuan umum, sains, sosial, agama, seni, keterampilan atau ketangkasan. Dengan pilihannya tersebut, siswa membuat target pencapaian, materi pelajaran, dan sumber belajar sendiri (atau biasa disebut silabus) dibantu oleh pembimbing. Kemudian siswa belajar, melakukan presentasi di hadapan teman sekelas dan mengevaluasi hasil belajarnya. Di sini, siswa hanya mempelajari materi atau pelajaran yang menjadi ketertarikannya, dan diupayakan agar bisa total menguasai bidang tersebut serta berkarya sesuai keahliannya. Misal ada siswa yang tertarik dengan keterampilan menulis, maka siswa tersebut akan membuat target materi yang ingin dikuasai, mencari sumber belajar, dan menentukan jam belajarnya sendiri. Setelah itu, siswa mempelajarinya dengan serius, melakukan diskusi dengan teman sekelas dan membuat karya akhir berupa buku.

Belajar di KBQT tidak memakai seragam layaknya di sekolah. Siswa memakai busana yang dimiliki dan nyaman untuk dipakai sehari-hari. Setiap siswa memiliki satu buku dokumentasi pencapaian yang berisi identitas pribadi, target akademik dan bakat, rencana karya, kolom progress karya, evaluasi hasil karya dan pencapaian. Semua kolom dalam buku diisi oleh siswa secara mandiri. Pendamping kelas akan memberikan catatan-catatan penting di setiap periode semester. Pembiayaan di KBQT juga ditentukan oleh siswa per kelas. Siswa melakukan musyawarah mengenai biaya yang diperlukan selama belajar di KBQT, mulai dari pengelolaan kelas, fasilitas pokok, kegiatan kelas dan kegiatan bersama. Maka, jumlah biaya yang dikeluarkan akan berbeda antara kelas satu dengan kelas lainnya. 

Dengan slogan “Kamu Berkarya maka Kamu Ada”, KBQT memiliki 700 warga belajar, 100 karya dan 60 penelitian. KBQT juga banyak mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat luas, baik dalam negeri maupun luar negeri. Termasuk mendapatkan apresiasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim,. Dalam salah satu statemen, Nadiem mengatakan, “Saya berharap, langkah inovatif dan semangat belajar yang memerdekakan ini bisa menular ke seluruh pelosok Nusantara. Sehingga perubahan kecil yang dicetuskan di sudut kampong di Salatiga ini bisa menginspirasi para pendidik. Serta serentak mendorong kapal besar bernama Indonesia ini untuk maju bergerak”.


Sumber: Profil Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah, (kbqt.org), Memerdekakan Kurikulum Merdeka, (darmaningtyas.blogspot.com), Luncurkan Kurikulum Merdeka, Mendikbudristek: Ini Lebih Fleksibel, (ditpsd.kemdikbud.go.id).

Reporter: Fardan Arjab (XII IPA 1) dan Ahmad Nihalullah (XI IAI 1)
Editor: Ahmad Fahmi ASD

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.