Pak Sairun; Jatuh Bangun dengan Tempe

Tempe, makanan sederhana penuh gizi. Sumber: sumateraekspres.bacakoran.co

Brabo, kristalmedia.net – Di desa Brabo terdapat produsen tempe yang merintis usahannya dari tahun 1992 hingga sekarang, yaitu Pak Sairun. Dalam mengembangkan usahanya, Pak Sairun dihadapkan dengan berbagai macam tantangan, mulai dari naik turunnya harga tempe, pembeli di pasar yang tidak menentu, serta perubahan cuaca yang menjadikan tempe kurang berkualitas.


“Dulu di Brabo tidak ada produsen tempe, makanya saya berinisiatif untuk menidirikan usaha tempe serta mencari peluang yang belum ada,” ujarnya.


Tempe yang dijual pak Sairun harganya sangat beragam, mulai dari Rp.5.000 mendapatkan 1 tempe, Rp.5.000 mendapatkan 3 tempe, ada yang Rp 5.000 dapat 6 tempe, dan masih banyak lagi. Harga yang ditetapkan oleh bapak Sairun ditinjau dari besar atau kecilnya ukuran tempe yang akan dijual. Pak Sairun menjalani usah tempe dengan dibantu oleh istrinya dan ketiga anaknya.


Tempe yang diproduksi oleh pak Sairun dijual ke pasar Tanggungharjo dengan keuntungan yang diperoleh rata-rata adalah Rp 2.500 per 1 kilogram tempenya. Karena kondisi pasar yang tidak menentu, serta tidak pastinya tempe yang dipesan oleh konsumen, membuat penghasilan pak Sairun sangat tidak menentu.


"Tempe yang saya jual terkadang habis juga terkadang sisa. Karena jika saya libur satu hari saja, maka para pembeli akan beranggapan bahwa besok masih libur. Sehingga menyebabkan pelanggan saya membeli tempe ke pedagang yang lain,” Kata pak Sairun. Walaupun dengan penghasilan yang tidak seberapa, pak Sairun bisa menghidupi keluargannya dengan menjalankan usaha tempe yang dimilikinya. 


Makanan Sederhana Penuh Gizi


Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen tempe terbesar didunia. Tempe menjadi makanan tradisional yang sangat populer di negara ini. Tempe itu sendiri terbuat dari kedelai yang difermentasikan oleh jamur rhizophus oligosporus. Bukan hanya makanan yang lezat akan tetapi juga merupakan sumber protein nabati yang sangat penting bagi tubuh.


Tempe pertama kali tercatat muncul pada tahun 1600-an di Tembayat, Klaten, Jawa Tengah, serta pertama kali tercatat di serat Centhini. Serat Centhini merupakan karya sastra jilid 12 di kasustraan Jawa Baru di tahun 1814. Karya ini berisi kisah-kisah Jawa beserta ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa agar tidak punah, karna penulisannya berdasar pada masa pemerintahan Sultan Mataram pada tahun 1600-an. Di dalam serat Centhini, tempe tercatat sebagai bahan makanan yang digunakan untuk membuat sambal tumpang. Jenis sambal ini tercatat menjadi sajian berbahan dasar tempe tertua sepanjang sejarah.


Produsen tempe di Indonesia jumlahnya sangat banyak dan terbesar di berbagai macam daerah. Dalam 400 tahun sejarahnya, tempe tidak cuma dibuat dari fermentasi kacang kedelai, tetapi juga fermentasi kacang-kacangan lain seperti biji hingga dedaunan. Sebab itulah lahir banyak jenis tempe di Indonesia. Contohnya antara lain tempe kacang hijau, tempe kacang koro pedang, tempe biji kecipir, tempe kacang merah, tempe kacang tanah (menjos), tempe lamtoro atau petai cina, tempe kacang lupin, tempe kacang lupin, tempe ampas kelapa, hingga tempe daun singkong.


Proses Pembuatan Tempe


Bahan dalam membuat tempe sangat sederhana, hanya berupa kedelai dan ragi tempe. Dilihat dari bahan membuat tempe, ternyata alat membuat tempe juga tidak kalah sederhana, hanya berupa plastik, lilin, korek api, dan tempat fermentasi tempenya.


Meskipun bahan dan alatnya sederhana, tetapi proses pembuatan tempe memelukan waktu yang lumayan panjang. Dimulai dengan merebus kedelai menggunakan air panas, setelah itu direndam selama 1 hari. Kemudian kedelai dicuci hingga bersih dan disiram menggunakan air panas. Setelah disiram, kedelai diberi ragi yang jumlah raginya disesuaikan dengan kondisi cuacanya.


“Saat musim hujan maka memerlukan ragi tempe yang banyak, berbanding saat musim panas yang penggunaan ragiunya sangat sedikit. Cepat atau lamanya pembusukan tempe itu tergantung pada permainan raginya,” Ujarnya.


Selain menjadi tempe, sebenarnya bahan sisa pembuatan tempe bisa diolah lahi menjadi tahu. Tetapi Pak Sairun tidak melakukan itu. Pria berkepala tiga itu menjelaskan alasan ketidak inginannya dalam memproduksi tahu karena pembuatan tahu limbah yang susah untuk didaur ulang, serta akan mengganggu orang lain jika dibuang di sembarang tempat.


“Beda dengan limbah tempe. Jika dibuang di sembarang tidak masalah, karena limbahnya tidak terlalu bau juga tidak menggangu,” terusnya.


Selain persoalan limbah, yang membuat Pak Sairun tidak memproduksi tahu adalah karena keterbatasan air saat musim kemarau di desa Brabo. Air yang tersedia hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan produksi tempe.


“Sebenarnya saya juga bisa memproduksi tahu, akan tetapi karena air yang tersedia kurang mencukupi, khususnya saat musim kemarau air yang tersedia akan semakin berkurang. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari saja terkadang masih kurang, apalagi digunakan untuk memproduksi tahu, airnya akan habis digunakan untuk membuat tahu saja,” ujar Sairun.


Meskipun mengalami beberapa kendala dalam proses produksi dan penjualan tempe, Pak Sairun berharap supaya kedepannya dagangannya bisa laris terus, dan usahannya bisa lebih maju lagi.


“Dalam menghadapi berbagai persoalan, seharusnya kita senantiasa bersabar, ikhlas, dan percaya bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur,” ungkap Pak Sairun.

 

Reporter: Faatih Ni’mal Mazruu’i dan Raid Rafif Rabih
Editor: Fardan Arjab


Tulisan ini merupakan hasil Pelatihan Jurnalistik Dasar yang diselenggarakan LPS Kristal pada 28-29 September 2023

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.