Bernostalgia dengan Bapak Nur Hadi, Kepala MATU Kedua

Reporter Kristal, Taufiq sedang wawancara denga Bapak Nur Hadi. Dok. Kristal

“Keberhasilan seseorang itu bukan terletak pada banyaknya ilmu, melainkan berkahnya ilmu, maka janganlah bosan untuk menulis, membaca dan belajar"

Ada yang istimewa pada hari itu, Kamis, 30 September 2023. MA Tajul Ulum melaksanakan kegiatan Penilaian Kinerja Kepala Madrasah (PKKM) pertama dalam kepemimpinan Bapak H. Ahmad Mohdlori, S.Ag., M.S.I. Pada kesempatan itu, juga terdapat dua sekolah yang melaksanakan PKKM di MA Tajul Ulum, salah satunya adalah MA Al Muayyad Tegowanu. Ikut dalam rombongan MA Al Muayyad adalah Bapak Drs. Nur Hadi Alwi, salah satu perintis Madrasah Aliyah di desa Brabo. LPS Kristal mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Bapak Nur Hadi sesaat setelah acara PKKM selesai.

Kepala MA Tajul Ulum Kedua

Bapak Drs. Nur Hadi Alwi, atau lebih akrab dipanggil pak Nur merupakan kepala Madrasah Aliyah Tajul Ulum kedua setelah Bapak KH. Muhammad Anshor Syamsuri. Beliau menjabat pada periode tahun 1991 sampai 1999. Beliau juga termasuk sebagai salah satu perintis awal berdirinya Madrasah Aliyah di desa Brabo. Saat ini beliau menjadi salah satu tenaga pengajar di MA Al-Muayyad Tegowanu dan menjadi dosen mata kuliah PAI di Universitas PGRI Semarang.

Awal mula diberi tangung jawab menjadi kepala Madrasah, bukanlah hal yang mudah bagi Bapak Drs. Nur Hadi Alwi. Namun beliau menerima amanah tersebut dengan penuh tanggung jawab dan semangat pengabdian. Kesungguhan tersebut diwujudkan dengan berusaha keras untuk meningkatkan kuantitas siswa/siswi di MA Tajul Ulum. Karena pada awal beliau menjabat menjadi kepala sekolah, hanya terdapat 30 siswa/siswi dengan rincian 12 siswa/siswi di kelas sepuluh, 12 siswa/siswi di kelas sebelas, dan 16 siswa/siswi di kelas dua belas.

Lokasi sekolah yang berada di dalam desa dan sedikitnya siswa/siswi yang berminat melanjutkan pendidikannya ke jenjang MA, menjadi tantangan tersendiri bagi Bp. Nur Hadi dan dewan pengajar untuk mengembangkan madrasah dan menambah kuantitas siswa. Kemudian seiring berjalannya waktu, pada tahun ajaran baru, tepatnya tahun 1992, mulai terdapat peningkatan siswa yang mendaftarkan diri di MA Tajul ulum.

“Alhamdulillah pada tahun berikutnya kelas sepuluh terdapat 25 murid dan terus bertambah setiap tahun ajaran baru. Tercatat mulai saya menjabat sampai saya paripurna itu, terdapat 350 siswa-siswi yang sekolah di MA Tajul Ulum," tutur beliau ketika diwawancarai oleh reporter Kristal.

Siswa Meningkat, Ruang Kelas Kurang

Seiring berjannya waktu, terjadi peningkatan jumlah siswa/siswi yang menuntut ilmu di MA Tajul ulum. Hal ini justru menimbulkan masalah baru, salah satunya adalah ketersedian ruang kelas untuk belajar. Kekurangan kelas terjadi karena tahun sebelumnya masing-masing tingkatan hanya satu kelas, yaitu kelas 10 satu kelas, kelas 11 satu kelas dan kelas 12 satu kelas.

Pada tahun berikutnya masing-masing tingkatan kelas bertambah satu kelas menjadi dua kelas pada tiap tingkatan: kelas 10 dua kelas, kelas 11 dua kelas dan kelas 12 dua kelas. Sebagai solusi, Bapak Nur Hadi menempatkan beberapa kelas di Musholla Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Putri.

“Ketika awal, (ruang kelas) masih cukup. Tetapi setelah adanya pembagian kelas mulai dari kelas sepuluh dua kelas, kelas sebelas dua kelas dan kelas dua belas dua kelas, mulai saya alokasikan di musholla pondok Sirbin Putri. Karena bangunan gedung kurang cukup dan memadai, dan setiap tahunnya itu jumlah siswa mengalami kenaikan.” jelas Bapak Nur Hadi.

Selain kekurangan ruang kelas, masalah lainnya adalah keadaan finansial madrasah yang belum mencukupi dan masih banyak tenaga pengajar madrasah yang belum memiliki gelar sarjana.

Bernostalgia dengan Teman Lama

Bapak Nur Hadi sangat senang ketika berkunjung kembali ke MA Tajul Ulum. Walaupun sudah tidak mengajar di MA Tajul Ulum lagi, beliau tetap disambut dengan baik oleh para dewan guru MA Tajul Ulum, baik yang seangkatan ataupun guru baru.

”Ada banyak (teman guru seangkatan). Saya datang tadi disambut dengan baik. Di antaranya, teman yang masih semasa dengan saya yaitu Bp. H. Musthofa dan Bp. H. Suratno," tutur beliau.

Menurut Bapak Nur Hadi, teman-teman guru seangkatan beliau selalu senang ketika bersama beliau. Teman-teman guru tersebut selalu ingat jasa beliau, yaitu program makan siang bagi Bapak/Ibu guru di Yayasan Tajul Uum.

"Mereka itu selalu senang ketika bersama saya, karena dulu saya adalah perintis program makan siang di Tajul Ulum," ungkap beliau "Dan alhamdulillah, program tersebut masih berjalan sampai sekarang,” lanjut beliau.

Bukan Banyaknya Ilmu, tapi Berkahnya Ilmu

Dalam hal menuntut ilmu di masa-masa sekolah, beliau mempunyai motto yang selalu beliau jadikan pegangan yaitu, "Keberhasilan seseorang itu bukan terletak pada banyaknya ilmu melainkan berkahnya ilmu, maka janganlah bosan untuk menulis, membaca dan belajar."

Bapak Nur Hadi bercerita, sebenarnya sangat sedikit ilmu yang beliau dapatkan ketika sekolah dulu. Akan tetapi ilmu yang sedikit tersebut jika dipenuhi keberkahan akan memberikan banyak manfaat. Salah satu kunci untuk bisa memdapatkan ilmu berkah dan manfaat adalah dengan patuh dan taat kepada Bapak/Ibu guru.

“Sebenarnya sangat sedikit ilmu yang saya dapatkan, akan tetapi mungkin karena saya dulu alhamdulillahnya patuh dan taat kepada guru, dan itu menjadi kunci utama ketika saya sekolah dulu,” ungkap beliau.

Prinsip hidup Bapak Nur Hadi tersebut juga ditanamkan dan ajarkan kepada anak-anak beliau. Alhasil karena didikan tersebut, anak-anak dari Bapak Nur Hadi saat ini sudah sukses. Salah satu putera beliau ada yang menjadi dosen di Universitas PGRI semarang dan pegawai Bank di daerah Semarang.

Selain ilmu yang penuh berkah, prinsip hidup Bapak Nur Hadi lainnya yaitu, hidup adalah perjuangan dan hidup ini beliau niatkan untuk selalu ibadah di dalamnya. "Selain itu, harus punya kemauan dan usaha yang kuat dalam menggapai sesuatu," pesan beliau.

Beliau juga berpesan kepada siswa yang sedang menimba ilmu di MA Tajul Ulum untuk selalu belajar dengan giat dan taat kepada Bapak/Ibu guru yang mengajar. Karena, para Bapak/Ibu guru juga mendoakan para siswa.

“Bapak/Ibu guru juga mendoakan kalian, allahumma ij’alnaa wadzurriyyatinaa wa tholibatinaa watholabatana min ahlil i’lmi dan lain-lain. Jadi patuhlah kepada bapak/ibu guru kalian,” tutup beliau.

Reporter: Muhammad Taufiqurrohmanul Hadi (XII IAI 1)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.