(Teks Lengkap) Amanat Pembina dalam Upacara Bendera HUT ke-79 RI di YTU
Esensi Merdeka: Merdeka dari Hati yang Terikat kepada "Kebendaan" dengan Mengikat Hati kepada Allah
Definisi kemerdekaan dalam bahasa Arab yaitu al-istiqlal sehingga hari kemerdekaan disebut ied al-istiqlal. Sedangkan menurut KBBI, kemerdekaan sendiri bermakna keadaan berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya) atau kebebasan. Padanan kata bebas ini dalam bahasa Arab disebut juga al-hurr, dengan bentuk verbanya kebebasan adalah al-hurriyah.
Derivasi kata ini dalam al-Qur’an di antaranya adalah حُرّ (merdeka), (memerdekakan)تَحْرِير, dan مُحَرَّر (hamba yang berkhidmat). Secara esensial, kata مُحَرَّر yang terdapat dalam QS. Ali Imran : 35 merupakan kata yang paling mewakili makna kemerdekaan.
اِذْ قَالَتِ امْرَاَتُ عِمْرٰنَ رَبِّ اِنِّيْ نَذَرْتُ لَكَ مَا فِيْ بَطْنِيْ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Artinya: (Ingatlah) ketika istri Imran berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu apa yang ada di dalam kandunganku murni untuk-Mu (berkhidmat di Baitul Maqdis). Maka, terimalah (nazar itu) dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini menunjukkan kata مُحَرَّر tidak seperti kata asal dan derivasi lainnya. Kata ini justru dimaknai dengan mengabdi atau berkhidmat. Makna merdeka dalam kata مُحَرَّر ini dapat dilihat dari makna tersirat. Sebagaimana tertera dalam berbagai penafsiran.
Imam At-Tustari memaknai kata ini dengan melepaskan dan membebaskan dari perbudakan dunia, perburuan dan keinginan hawa nafsu. Imam At-Thabari memahaminya dengan mengabdi hanya untuk beribadah, membebaskan diri dari segala keterkaitan kepada selain Allah, mendedikasikan diri kepada Allah, dan tidak memanfaatkan urusan dunia. Serupa dengan Imam at-Thabari, Imam at-Tsa’labi menyatakan bahwa kata tersebut bermakna tidak menyibukkan diri dengan dunia.
Berdasarkan penafsiran tersebut, maka makna merdeka yang paling esensial adalah merdeka dalam berkhidmah kepada Allah. Merdeka dari segala urusan, keinginan, hawa nafsu dunia dan mendedikasikan diri hanya kepada Allah. Dan alhamdulillah kita di tempatkan Allah pada tempat khidmah terbaik yaitu ta'lim watta'allum, belajar mengajar.
Merdeka dalam arti ini memandang muslim seharusnya tidak terkungkung pada urusan dunia yang tidak kekal. Bukan berarti tidak mengerjakan dan meninggalkan dunia sama sekali. Bahkan merdeka dalam berkhidmah kepada Allah subhanahu wa ta’ala berpengaruh pada aspek personal, ekonomi, sosial dan kebangsaan seorang muslim.
Orang yang tidak merdeka, maka Allah akan menjadikan kefakiran dalam benaknya. Meskipun pada realitanya miskin itu ada. Akan tetapi, miskin dalam cara pandang hidup itu lebih menyesakkan hati. Sedangkan bagi orang yang merdeka dalam berkhidmah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, tidak akan sungkan untuk bersedekah baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Karena hati yang cukup baginya adalah sebuah karunia yang besar.
Merdeka dalam berkhidmah pada aspek sosial telah diajarkan pada setiap masa kenabian. Kita bisa menyelami kisah Nabi Ibrahim. Adanya sembahan berhala menjadikannya bertanya dan berpikir bagaimana manusia menjadi budak berhala yang derajatnya lebih rendah hingga ia meyakini bahwa hanya Allah satu-satunya sesembahan. Nabi Ibrahim berani melawan raja dzalim dan orang-orang musyrik yang menyembah berhala hingga mengantarkannya untuk dibakar hidup-hidup. Ketauhidan yang dimiliki Nabi Ibrahim ini menunjukkan bahwa merdeka bertauhid mampu melawan dan membebaskan diri dari dominasi sosial yang menyimpang.
Nilai khidmah ini pun bisa menjadi energi bagi kehidupan berbangsa. Fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa orang-orang yang mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah Ulama. Berlandaskan agama dan ilmu yang dimilikinya, Ulama dan para santri menjadi barisan paling depan dalam berjihad untuk negaranya. Nasionalisme, atau cinta tanah air adalah fitrah manusia. Akan tetapi, fitrah yang dilandaskan dengan beribadah kepada Allah mampu menjadi energi yang kuat dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia.
Merdeka yang paling esensial adalah merdeka dari hati yang terikat kepada "kebendaan" dengan mengikat hati kepada Allah. Jika ini dihayati, maka ini akan menjadi energi dalam kehidupan personal, sosial dan berbangsa.
Berkaitan dengan belajar dan mengajar di madrasah, adanya Kurikulum Merdeka, memiliki makna merdeka belajar dan merdeka mengajar.
Brabo 17 Agustus 2024
Ahmad Maesur Luthfi, S.Pd.I
Tidak ada komentar: