22 Tahun LPS Kristal: Belajar, Berkreasi dan Bertumbuh
Pada tahun 2002/2003,
kami pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) MA Tajul Ulum, baik OSIS Putra
maupun OSIS Putri, melalui Bidang Jurnalistik mengelola majalah dinding
(mading). Mading ini tayang sepekan sekali, menampilkan karya siswa-siswi yang sudah
kami kurasi.
Waktu itu kami
kepikiran bahwa usia mading ini sangat terbatas, hanya sepekan. Setelah itu,
karya yang sudah terpajang kemudian dicopot dan wassalam, tidak bisa diakses
lagi. Oleh karena itu, kami berpikir bagaimana caranya agar karya terbaik ini
terdokumentasi dengan baik dan bisa dinikmati lebih lama.
Kami berdiskusi
dengan guru dan pimpinan sekolah. Saat itu, Pak Labib (Bapak KH. Muhammad
Labib, S.Sy., sekarang sebagai Pembina Yayasan Tajul Ulum-red) membimbing kami
dan mengarahkan untuk menerbitkan buletin. Bersyukur, guru bahasa Indonesia, Bu
Yuni Widhi Astuti, berkenan membantu mengedit naskah yang hendak diterbitkan. Juga,
Pak Khoirul Huda (Sekarang Kepala Tata Usaha MA Tajul Ulum-red) yang membantu
kami dalam urusan cetak-mencetak. Ada juga Pak Munawir (sekarang sebagai Pengawas
Yayasan Tajul Ulum) yang turut support.
Rapat-rapat kami
adakan setelah jam sekolah. Setelah diskusi panjang lebar, akhirnya
disepakatilah nama KRISTAL, yang merupakan akronim dari Kreasi
Siswa-Siswi MA Tajul Ulum. Penyebutan ”siswa-siswi” ini dibubuhkan karena
memang Kristal ini dikelola secara gabungan antara OSIS Putra dan OSIS Putri.
Pada saat itu,
meksipun MA Tajul Ulum memiliki siswa putra dan putri, namun organisasi OSIS-nya
tetap terpisah. Namun, khusus untuk pengelolaan Kristal, sengaja kami bekerja bersama-sama,
karena kerja jurnalistik butuh tim besar dan tidak bisa dilakukan
sendiri-sendiri.
Tim Kristal
generasi awal ini di antaranya ada Mas Puji (alm), Mas Mujab Ali Maksum, dan Mas
Aziz Muslim. Kemudian ada
Mas Said (Bapak Ahmad Said, S.Pd., sekarang menjabat sebagai Waka Humas MA
Tajul Ulum dan menjadi salah satu pembimbing LPS Kristal-red), Mas Hanif Maimun (Bapak H. M. Hanif Maimun, Lc., sekarang
berkhidmah di Yayasan Kyai Ageng Giri, Girikusumo), Mas Khotib, Mas Besut
Suryanto, dan yang lain. Sedangkan
tim putri mencakup Ning Zidni Sakinah, Dik Luluk, dan beberapa nama lain.
Jadilah kami
mengurus Kristal ini, dari mengkurasi naskah dan karya yang masuk, kemudian
mengedit, menata-letak, hingga mencetaknya. Setelah jadi, kemudian kami edarkan
dari kelas ke kelas dan memungut infak Rp250,- per eksemplar per siswa. Jadi ya
alhamdulillah bisa untuk nyetak edisi berikutnya.
Dari
Dokumentasi ke Lembaga Pers
Saat itu, pemikiran
kami sangat sederhana. Mengelola Kristal hanya sebagai hobi dan sebatas menjaga
agar karya siswa-siswi MATU bisa lebih abadi. Begitu saja. Maka isinya
gado-gado. Ada humor, karikatur, puisi, dan macam-macam. Padahal ketebalannya cuma
satu lembar bolak-balik. Rubrik ini pun gonta-ganti, menyesuaikan naskah yang masuk.
Mengandalkan kiriman
karya siswa-siswi ini menimbulkan tantantan tersendiri, karena karya yang masuk
tidak bisa kita pastikan ketersediaan dan terutama kualitasnya. Oleh sebab itu,
tim redaksi berusaha meminta beberapa guru untuk menulis artikel sesuai dengan
tema yang kita tentukan. Sayangnya, lama-lama guru yang bisa kita minta juga
terbatas dan habis juga.
Akhirnya kami
mengembangkan pola jurnalistik. Kristal pun mulai berperan sebagai layaknya
kantor berita atau lembaga pers meski dengan segala keterbatasan. Berita yang
dimuat tentu saja macam-macam, biasanya bersifat insidentil dan sporadis.
Akhirnya, kami menyadari
ada kekurangan, karena tidak setiap bulan ada peristiwa yang layak diberitakan.
Akhirnya, kami merumuskan tema tertentu, kemudian melakukan wawancara dan
melaporkan berita secara lebih sistematis.
Pada titik ini
sensitivitas awak Kristal sebagai insan pers sudah mulai muncul dan terasah.
Maka tak jarang Kristal mengangkat berita tentang kebijakan sekolah atau bahkan
OSIS dengan sudut pandang yang kritis.
Kritik ini tidak
disampaikan dalam wujud opini atau artikel yang ditulis oleh redaksi. Saat itu belum kepikiran untuk
membuat Editorial seperti lazimnya pers profesional. Apalagi jumlah halaman
terbatas, hanya selembar seperti buletin Jumat.
Jadi, tim
redaksi melakukan riset mendalam untuk mengangkat tema tertentu, menentukan
siapa narasumbernya, yang biasanya terdampak atas kebijakan tertentu, kemudian
menurunkannya dalam berita. Bahkan
tim redaksi pernah membuat jajak pendapat kepada para siswa untuk mendapatkan
data objektif.
Dengan demikian,
peran media sebagai kontrol sosial sudah dijalankan secara lebih serius. Kerja-kerja
semacam ini mulai berjalan efektif saat estafet dari generasi pertama ke
generasi kedua. Adapun pada generasi ketiga, saya sudah tidak di Brabo, jadi
tidak mengikuti bagaimana perkembangannya.
Kristal Kini:
Penguatan Ilmu Jurnalistik dan Tantangan AI
Mengenai Kristal saat
ini, saya tidak terlibat langsung secara intens. Saya hanya pengamat yang
melihat Kristal dari luar dan dari jauh.
Satu hal yang
menarik dari Kristal saat ini adalah bahwa Kristal sudah berkembang sangat pesat.
Dari sekadar mading, kemudian menjadi buletin selembar, kini sudah berevolusi
menjadi newsletter dan majalah dengan puluhan halaman. Bahkan, Kristal kini
merambah dunia digital dengan mengelola Instagram, Facebook, Youtube, Tiktok, dan
kristalmedia.net.
Ini adalah
lompatan luar biasa yang 22 tahun lalu tidak pernah kami bayangkan. Mengelola
sedemikian banyak saluran media dengan berbagai karakter yang berbeda tentu
membutuhkan kerja khusus. Namun bagi generasi Z yang kini mengawaki Kristal, mengelola
media digital tidaklah terlalu merepotkan.
Mungkin yang
perlu pembelajaran adalah bidang jurnalistik: merumuskan tema, menentukan
narasumber, melakukan wawancara, dan menuliskan beritanya. Ini mau tidak mau
harus dipelajari dengan praktik langsung. Tidak bisa tidak.
Demikian halnya,
diskusi-diskusi penguatan penalaran kritis juga tetap penting. Ini harus
dilatih karena membutuhkan interaksi dengan lawan diskusi serta kedalaman
kontemplasi, hal yang cukup menantang bagi generasi Z, terutama jika ia terlahir
sebagai digital-native.
Tantangan
lain adalah invasi artificial intelegence (AI). Generasi Z jika belum memiliki fondasi penalaran
yang jejeg dan kritis ini akan mengalami problem serius jika ia bersentuhan
dengan AI dan produknya. Apalagi kemampuan AI Generatif ini dalam mereproduksi
konten terus berkembang secara eksponensial.
Namun demikian,
saya optimis Kristal akan terus berkembang karena para senior dan alumni yang
dulu pernah berkecimpung pada masa-masa awal masih aktif mengawal dan menjadi
pembina serta menjembatani generasi Millenial dengan generasi Z yang kini mengelola
Kristal. Dengan demikian, semangat awal tetap terjaga.
Sebagai lembaga
yang berada di sekolah, siswa memiliki ketebatasan waktu untuk berkegiatan di
Kristal, karena masa studinya hanya tiga tahun, tidak bisa lebih. Maka para
pembina dan alumni sebagai penjaga gawang ini sangat penting agar kesinambungan
tetap terjaga.
Yang melegakan
adalah sejauh ini ruh pers tampak tetap kokoh di Kristal melewati berbagai masa.
Penulis: Muhamad
Nasrudin, MH, bagian
dari generasi awal Kristal. Kini mengabdi sebagai dosen di IAIN Metro, Lampung
dan mahasiswa doktoral di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tidak ada komentar: